WEBSITE PDI PERJUANGAN

The Pioneer of PDI Perjuangan News & The Voice of PDI Perjuangan. Website PDI Perjuangan, Blog PDI Perjuangan, Portal PDI Perjuangan, Situs PDI Perjuangan, Group PDI Perjuangan, Milis PDI Perjuangan, Mailing List PDI Perjuangan, Wiki PDI Perjuangan, Underbow PDI Perjuangan, Ormas PDI Perjuangan, Organisasi Sayap PDI Perjuangan.

Name:
Location: NEGARA KESATUAN, REPUBLIK INDONESIA, Indonesia

admint.pdiperjuangan@googlemail.com

Kirimkan Berita dan Foto Dari DPC/DPD Anda ke: admint.pdiperjuangan@googlemail.com. Berita yang menarik akan dimuat di website ini.

Friday, June 22, 2007

Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Manuver Cantik PDIP

    Manuver Cantik PDIP

    Silahkan anda perhatikan beberapa langkah yang dijalani PDI Perjuangan berikut ini :

    - Rakernas I PDI Perjuangan
    tema: "Persatuan dan Demokrasi untuk Kesejahteraan Rakyat." Tujuannya adalah menjadikan PDIP sebagai "Rumah Besar kaum Nasionalis".

    - Menemui Mahkamah Konstitusi
    Mengetahui cara mencegah manipulasi suara dan bagaimana bisa menang dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi

    - Mendirikan Baitul Muslimin
    Dua pimpinan ormas Islam terbesar di Indonesia juga ikut mendukung deklarasi kantong Islam PDIP: Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

    - PAN Belajar Oposisi ke PDIP

    - Fraksi PBR siap bergabung ke FPDIP

    - Bertemu USA Democratic Party

    - Mengadakan Pertemuan Massa dengan Partai Golkar di Medan
    (sebelumnya kedua partai – baik PDI Perjuangan maupun Partai Golkar sama-sama bertemu dengan Democratic Party di USA)

    Anda tahu dimana letak kecantikannya ? Gambaran apakah ini ?

    Kekuatan Politik di Indonesia saat ini bisa dikategorikan menjadi 3 kelompok besar (menurut basis massa, dan kekuatan susunan pengurusnya):
    1). Partai Nasionalis berbasis mantan militer dan pejabat negara
    2). Partai Nasionalis berbasis rakyat miskin dan kalangan minoritas
    3). Partai Agama berbasis pemeluk agama yang ”fanatik“

    Bila kita tinjau secara jujur dan obyektif, dimanakah letak PDI Perjuangan ? PDI Perjuangan adalah termasuk ke dalam Partai Nasionalis berbasis rakyat miskin dan kalangan minoritas. Ini adalah ”core constituent” PDI Perjuangan.
    Dengan ”core constituent” yang jumlahnya boleh dibilang sangat banyak di Indonesia, seharusnya PDI Perjuangan selalu menjadi Partai pemenang dalam setiap Pemilu. Namun kenyataannya berbeda.

    Di jaman orba, dominasi militer dan pejabat negara begitu kuat untuk membenamkan kekuatan besar ini. Pada awal reformasi, rakyat miskin dan kalangan minoritas bersatu dan hasilnya adalah kemenangan besar bagi PDI Perjuangan. Tapi PDI Perjuangan kandas untuk menduduki kursi Presiden RI, ”momentum besar” telah lenyap. Tentu saja hal ini sedikit atau banyak harus diakui telah mengecewakan ”core constituent” dan memberi kesempatan bagi dua kekuatan besar lainnya untuk menggerogoti ”core constituent” PDI Perjuangan dengan berbagai trik dan manuver.

    Penyebab utama kegagalan PDI Perjuangan adalah Kekuatan Poros Tengah dan Partai Golkar. Anda bisa melihat kembali daftar manuver cantik di atas. ”Merangkul semua golongan” kita-kira itu tema besar manuver cantik kali ini. Termasuk musuh dan mereka yang pernah menjatuhkan kita. Anda bisa melihat ”jiwa besar dan hati yang lapang” dari PDI Perjuangan. Kita bukanlah partai yang hanya bisa mencela, mencerca, dan memusuhi. Kita juga bukanlah partai yang sinis dan penuh kepahitan hidup, kita adalah sebuah partai yang besar dengan jiwa yang besar. Kita kembalikan ciri dan watak rakyat Indonesia yang penuh dengan kegotong royongan (Pancasila).

    Ada satu implikasi positif yang berdampak sangat besar bagi kemajuan PDI Perjuangan di masa yang akan datang baik secara internal maupun secara eksternal, tidak perlu saya paparkan di sini, saya sangat yakin anda bisa mencerna dan menganalisis apakah hal itu.

    Sedikit catatan tambahan dari saya:
    Masih ada 2 kalangan besar yang bisa menjadi tambahan ”core constituent” kita, yaitu para ”mahasiswa/pelajar dan pengusaha besar”. Perjuangan dan kerja keras kita untuk rakyat negeri ini masih cukup panjang. Merekrut 2 kelompok besar ini sangat perlu menjadi fokus kerja kita saat ini. Sehingga di masa mendatang PDI Perjuangan bisa menjadi ”Partai kaya, bersumberdaya manusia yang unggul, yang melahirkan para pejuang sejati untuk mewujudkan kemakmuran rakyat Indonesia.”

    Maju Terus Laskar PDI Perjuangan !


    salam,
    webmaster pdi-perjuangan.blogspot.com

    Labels:

    Thursday, June 21, 2007

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Golkar-PDIP Jajaki Koalisi

    Golkar-PDIP Jajaki Koalisi
    Jawa Pos, Kamis, 21 Juni 2007,

    Demokrat Anggap Manuver Beringin Meningkatkan Tawaran ke SBY
    MEDAN - Aliansi ’Merah-Kuning’ muncul di Medan, Sumatera Utara. Dua partai besar, Partai Golkar dan PDIP, mendeklarasikan koalisi baru. Ketua Dewan Penasihat DPP Golkar Surya Paloh dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufik Kiemas bergandeng tangan dan saling memuji bahwa mereka satu visi dalam menghadapi kepentingan politik bersama.

    Kendati tidak dihadiri Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, koalisi itu tak bisa disepelekan. Kiemas, suami Mega, dikenal sebagai tokoh berpengaruh di partai berlambang kepala sapi moncong putih itu. Begitu juga Surya dikenal sebagai tokoh yang sukses mengantarkan Kalla sebagai ketua umum Golkar.

    Hal lain yang memberi warna bahwa koalisi itu serius adalah kehadiran tokoh kunci di eksekutif kedua partai. Dari Golkar hadir antara lain Sekjen Sumarsono, Syamsul Mua’rif (ketua), Burhanuddin Napitupulu (ketua) dan Priyo Budi Santoso (ketua). Dari PDIP terlihat Sekjen Pramono Anung, Tjahjo Kumolo (ketua DPP dan ketua FPDIP), tokoh senior Sabam Sirait, dan ketua DPD PDIP Sumut yang juga Gubernur Sumut Rudolf Pardede.

    Bila koalisi semakin dimatangkan, acara yang digelar di Hotel Tiara itu juga mengisyaratkan kemungkinan adanya perubahan peta politik. Golkar yang memiliki 127 kursi di DPR saat ini menjadi bumper kebijakan Presiden SBY di parlemen. Sementara PDIP yang memiliki 109 kursi, memproklamasikan diri sebagai oposisi. Bila bergabung, keduanya akan menjadi kekuatan menentukan di DPR. Sebab, gabungan keduanya menghasilkan 236 kursi. Hampir separo dari 550 anggota DPR.

    Deklarasi koalisi itu dikemas dalam acara silaturahmi. Ribuan kader kedua partai yang datang dari pelosok Sumut membanjiri lokasi. Panggung yang disiapkan di luar penuh. Dari pantauan Sumut Pos (Grup Jawa Pos), mereka datang dengan atribut partai masing-masing. Namun, warna kuning lebih banyak.

    "Awalnya kita harus sepakat berjalan dalam koridor UUD 1945 dan Pancasila yang bernaung di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Kiemas saat memberikan sambutan.

    Selama ini, kata Kiemas, kedua partai saling berbeda pandangan, padahal satu tujuan, yakni menyejahterakan masyarakat. Untuk itulah, dalam acara silaturahmi ini kedua kekuatan partai bisa bersatu dalam mempertahankan NKRI.

    Pendapat itu didukung Surya Paloh. Dalam acara yang difasilitasi DPD Partai Golkar Sumut itu, Surya mengatakan acara tersebut merupakan titik awal untuk menyatukan dua partai yang berasaskan nasionalis. Ini mengingat Indonesia menganut multipartai. "Acara ini merupakan ide kami berdua dengan Pak Taufik Kiemas. Kami ingin kedua partai politik bersatu dan sejalan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat."

    Surya yang saat Pilpres 2004 begitu dekat dengan SBY, sempat mengkritik pemerintahan Indonesia yang dimulai sejak bergulirnya era reformasi. Disebutkan, selama ini pemerintahan Indonesia belum menunjukkan perubahan ke arah signifikan.

    "Acara ini bukan tujuan jangka pendek, tetapi jangka panjang beberapa tahun yang akan datang," terang Surya.

    Disinggung soal pemilihan gubernur Sumatera Utara 2008, Surya menyebutkan, tidak tertutup kemungkinan kedua partai besar berkoalisi dalam mengusung pasangan calon. Namun, dalam acara silaturahmi ini, rencana itu belum ditetapkan. "Yang penting sekarang kami menyatukan persepsi partai dulu, belum menentukan program ataupun langkah ke depan," terang Surya yang mengaku merintis pertemuan itu dua tahun.

    Di tempat terpisah, saat berada di ruang VIP Bandara Polonia, dia menjelaskan, yang penting adalah satu persepsi. "Pemilihan presiden (Pilpres) 2009 merupakan suatu tahap yang akan kita lewati bersama. Tapi, sekali lagi, pertemuan itu bukan tujuan ke arah pilpres maupun pilgubsu," kata Surya yang datang ke Medan dengan pesawat pribadi.


    Reaksi Partai Demokrat

    Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok yakin pembentukan aliansi tersebut tidak berpengaruh terhadap partainya. Namun, dia tidak membantah jika forum itu bertujuan memberikan shock therapy kepada Presiden SBY. "Kami tidak akan terpengaruh. Namun, pengaruhnya bagi Golkar adalah akan meningkatkan nilai tawar ke SBY," analisisnya.

    Tidak terpengaruhnya citra SBY, lanjut Mubarok, terlihat dalam berbagai survei. Menurut dia, citra SBY stabil pada kisaran 30 persen. Di atas tokoh-tokoh lain yang menjadi saingannya. "Karena itu, kami tidak khawatir sama sekali. Ini hanya manuver jangka pendek, musik politik, yang bertahan 2-3 bulan saja," katanya.

    Mubarok juga melihat bahwa sosok Jusuf Kalla di tubuh Partai Golkar tidak menjadi sentral. Kelompok "Akabaris" (sebutan untuk pendukung Akbar Tandjung) masih kuat dan siap mengikuti tokoh sentral. "Akbar sekarang kan sudah memimpin Barindo. Padahal, Barindo itu milik Partai Demokrat," jelasnya.

    Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, tidak ada hal yang mengkhawatirkan pada pertemuan petinggi PDIP dan Partai Golkar itu. Partai Demokrat yang selama ini dikenal berkawan dekat dengan Partai Golkar selaku partai pendukung pemerintah tidak merasa ditinggalkan. "Ítu silaturahmi yang lumrah. Partai Demokrat tidak merasa terancam," katanya kemarin. Menurut Anas, masa depan Partai Demokrat lebih ditentukan oleh rakyat pemilih, bukan oleh silaturahmi antara partai A dan B.

    ’’Jadi, peristiwa ini sama sekali tidak mengagetkan dan tidak membuat Partai Demokrat terkaget-kaget. Tak ada bahayanya,” katanya. Alumnus Unair itu mengaku optimistis Golkar tidak akan meninggalkan Partai Demokrat. Sebab, Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla masih berada dalam internal kabinet selaku wakil presiden. ’’Kami yakin Golkar tidak akan mengganggu pemerintah,” ujarnya. (cak/aku/jpnn)

    Labels: , ,

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • PDIP Tetap Dukungan Interpelasi Lapindo

    PDIP Tetap Dukungan Interpelasi Lapindo
    Jawa Pos, Kamis, 21 Juni 2007,

    JAKARTA - Jumlah pendukung usul penggunaan hak interpelasi DPR tentang bencana lumpur Lapindo belum memenuhi angka psikologis. Belum 200 tanda tangan. Ironisnya, kemarin sempat tersiar kabar muncul pencabutan dukungan.

    Sekjen DPP PDIP Pramono Agung, misalnya, dikabarkan melakukan rapat DPP PDIP untuk mencabut dukungan interpelasi Lapindo.

    Benarkah? Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo menepis kabar burung itu. "Tidak benar itu. Fraksi PDIP tak mencabut dukungan," katanya.

    Tjahjo mengatakan, pihaknya tetap mendukung proses interpelasi. Hanya, lanjut dia, Fraksi PDIP diharapkan tidak terjebak dalam proses politik yang berlarut-larut seperti pada kasus interpelasi Iran.

    "Kami akan terus mendorong pemerintah agar cepat menangani masalah korban Lapindo," katanya.

    Selain lambatnya penanganan ganti rugi dan pembangunan infrastruktur pengganti, pemerintah diminta tidak memperhadapkan warga korban dengan Lapindo. "Pemerintah jangan lepas tangan atas nasib rakyatnya," katanya.

    Wakil Ketua DPR Soetardjo Seorjoguritno mengatakan, tidak ada keputusan DPP PDIP yang menginstruksikan kadernya di Fraksi DPR mencabut dukungan pada interpelasi Lapindo. "Itu hanya isu. PDIP tetap konsisten memperjuangkan wong cilik," katanya kemarin.

    Mbah Tardjo yang sempat terkejut mendengar isu tersebut, langsung mengontak sejumlah pengurus harian DPP PDIP untuk memastikan ketidakbenarannya.(aku)

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Uang Kirbi Balik Separo

    Uang Mahar Pilgub Balik Separo
    Jawa Pos, Kamis, 21 Juni 2007,


    Cawagub Gagal Raih Tiket Pemilihan Gubernur DKI

    JAKARTA - Mantan bakal calon wakil gubernur (bacawagub) DKI Jakarta Mayjen (pur) Slamet Kirbiyantoro angkat bicara soal ribut-ribut uang mahar yang disetor ke PDIP. Dia menyatakan siap datang ke Kantor DPP PDIP untuk dikonfrontasi terkait uang mahar Rp 1,5 miliar yang telah dikeluarkannya agar mendapatkan tiket calon wakil gubernur (cawagub) di partai itu.

    "Kalau dipanggil, saya tidak mau datang. Sebab, saya bukan orang partai. Tapi, kalau untuk melakukan klarifikasi (konfrontasi, Red), saya siap datang," ujar Kirbi usai tampil sebagai pembicara diskusi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rawamangun, Jakarta Timur, kemarin sore.

    Kirbi menyatakan, sebenarnya, dirinya enggan memperpanjang masalah tersebut. Sebab, uang mahar yang ditagih itu bukan yang diserahkan ke partai. Uang pelicin tersebut diserahkan kepada pengurus PDIP yang menggaransi dirinya mendapatkan tiket cawagub. "Jadi, masalah ini sebenarnya tak memiliki hubungan dengan partai (PDIP, Red), tapi oknum pengurusnya," terangnya. Tiket itu direbut Mayjen (pur) Prijanto. Prijanto akan mendampingi Fauzi Bowo dalam pencoblosan 8 Agustus nanti.

    Kirbi mengungkapkan, sebagian uang mahar tersebut telah dikembalikan pengurus parpol yang menerimanya. "Sudah ada yang membayar tagihan saya itu," ujarnya. Hanya, dirinya enggan menyebut nama petinggi PDIP DKI Jakarta yang buru-buru mengembalikan uang persekot itu. Mengenai jumlah, purnawirawan mayjen tersebut enggan menyebutkan.

    Kirbi menyatakan menyetor uang jago tersebut ke sejumlah orang. Nah, yang sudah mengembalikan uang komitmen baru satu orang. "Ini menunjukkan iktikad baik dan saya yakin mereka akan melunasi semuanya. Jadi, saya tidak perlu menagih lagi," ujar mantan Pangdam Jaya itu.

    Karena sebagian uangnya sudah dikembalikan, Kirbi berharap DPP PDIP tidak perlu melakukan panggilan konfrontasi. "Tapi, kalau itu (konfrontasi, Red) dianggap sebagai pengganti alat bukti dan harus dilakukan, saya siap mematuhinya. Walaupun jadi memperpanjang masalah. Sementara saya yakin, tanpa ditagih pun, semua tagihan saya akan dibayar," ujarnya.

    Saat ditanya soal bukti pembayaran dari oknum elite PDIP Jakarta itu, Kirbi mengatakan ada kuitansinya. Bukti pembayaran tersebut, menurut Kirbi, sekaligus menguatkan fakta bahwa dirinya telah mengeluarkan uang mahar. "Tapi jangan lupa, saya tak pernah mengatakan uang mahar itu disetorkan kepada partai. Tapi, oknum partai. Maka, kalau oknum itu orang baik, pasti akan melunasinya," tambahnya.

    Kirbi menolak anggapan uang yang disetor sebagai mahar tersebut harus direlakan sebagai risiko pencalonannya. "Itu salah. Kalau mau dibilang cost politik, memang jelas. Tapi, kalau diiming-imingi dengan janji (jaminan terpilih sebagai cawagub, Red) lewat cara conditioning, tentu bukan bagian dari cost politik. Itu mahar dong," tambahnya.

    Dalam kesempatan itu, Kirbi juga blak-blakan menyatakan nekat menagih uang mahar tersebut untuk membayar utang. "Sebenarnya, tuntutan saya menagih itu karena saya harus membayar utang juga. Gaji pensiunan saya kan Rp 1,7 juta. Dari mana saya punya miliaran, kalau tidak ngutang? Nah, utang ini kan harus dibayar," ungkapnya.(ers/cak/yus)

    Labels: ,

    Tuesday, June 19, 2007

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Pengurus PDIP DKI Diperiksa DPP

    Pengurus PDIP DKI Diperiksa DPP
    Jawa Pos, Selasa, 19 Juni 2007,


    Terkait Uang Mahar Calon Gubernur DKI yang Tak Terpilih


    JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP langsung bereaksi atas munculnya isu bahwa ada kader yang menerima "uang mahar" dari para bakal calon (balon) gubernur DKI Jakarta. Sejumlah pengurus DPD PDIP DKI Jakarta mulai dimintai keterangan untuk menelusuri kebenaran isu uang pelicin tersebut.

    Sekjen DPP PDIP Pramono Anung menegaskan, partainya akan bertindak tegas terhadap kader yang mencari keuntungan pribadi dalam proses Pilkada DKI Jakarta. Sebab, seperti parpol lain, ada mekanisme yang harus ditempuh dalam menentukan dukungan cagub-cawagub.

    "Tidak ada pasalnya meminta uang mahar kepada kandidat calon. Kalau benar ada kader kami yang meminta uang mahar kepada kandidat cawagub, itu dilakukan oknum. Kami sedang menyelidiki hal itu," jelasnya.

    Setidaknya, sudah ada empat kader PDIP yang dimintai keterangan. Di antaranya Ketua DPD PDIP DKI Jakarta Agung Imam Sumanto, Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Eriko Sotarduga, Wakil Ketua Bidang Bappilu DPD PDIP DKI Jakarta Audi I.Z. Tambunan, dan Wakil Ketua Bidang Pemuda Mahasiswa dan Komandan Satgas DPD PDIP DKI Jakarta Marsudi Prasetya Edi. Mereka dimintai keterangan soal isu yang beredar terkait dengan money politics di bursa pencalonan cagub-cawagub.

    Penelusuran PDIP itu terkait dengan "nyanyian" para bakal calon yang tak terpilih. Saat ini, paling tidak ada dua mantan balon yang mengaku "diperas" parpol. Seperti, Mayjen Jasri Marin mengaku habis lebih dari Rp 2 miliar. Begitu juga, Mayjen Slamet Kirbiyanto yang disebut-sebut habis miliaran rupiah. Mereka dijanjikan akan diberi tiket untuk maju dalam pilkada, tapi kenyataannya PDIP memilih pasangan Fauzi Bowo-Prijanto.

    Rencananya, para bakal calon yang "bernyanyi" tersebut dipertemukan dengan kader partai yang telah menerima uang mahar bakal calon.

    Namun, Wakil Ketua DPD PDIP DKI Jakarta Dhia Prekasha Yoedha membantah bahwa pemanggilan empat pengurus teras DPD PDIP DKI Jakarta terkait dengan dugaan pelanggaran AD/ART partai. "Ini hanya laporan biasa. DPD memberi laporan dan klarifikasi tentang isu politik uang dan penyerangan ke kantor DPD. Itu saja. Tidak perlu dibesar-besarkan," katanya.

    Menurut Dhia, isu politik uang itu sangat mengganggu dan bisa mencoreng nama partai. karena itu, DPD perlu meminta arahan ke DPP dalam menyelesaikan persoalan tersebut. "Secara institusi, PDIP tidak pernah meminta sesuatu ke semua kandidat, termasuk Djasri (Djasri Marin) dan Kirbi (Slamet Kirbianto)," tegasnya.

    Bahkan, Dhia meragukan bahwa para calon tersebut mampu menyetor uang sebesar itu ke parpol. "Hahaha...logikanya dibalik saja. Kok kaya banget dua jenderal itu, bisa memberi kami Rp 1,5 miliar. Perlu diklarifikasi dari mana saja kekayaan mereka," ujar Dhia enteng.

    Kalaupun betul Kirbi dan Djasri memberikan "sesuatu" kepada oknum pengurus, Dhia justru menyayangkan langkah mereka. Sebab, menurut dia, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah jelas-jelas melarang semua kandidat untuk memberikan setoran ke partai, apalagi individu pengurus. "Wong, sudah jelas-jelas dilarang Bu Mega, Sekjen juga, kok masih berani setor?" tukasnya.

    Dhia lantas membandingkan sikap mantan kandidat cagub Bibit Waluyo dan Sarwono Kusumaatmadja yang memberi bantuan tapi tidak nyanyi ketika gagal. "Yang disumbangkan Pak Bibit lebih besar. Dia memberikan komputer ke setiap PAC. Sarwono juga nyumbang seragam ke beberapa PAC. Tetapi, mereka ikhlas, tidak nyanyi. Yang ini, setelah gagal, kok ngomong macam-macam. Apa kalau dipilih mereka mau ngaku?" tuturnya.

    Untuk mengetahui penerima uang jago cawagub itu, lanjut Pramono, DPP PDIP telah membentuk tim indisipliner guna menginvestigasi mengenai uang mahar itu. "Kami juga akan mempertemukan kedua belah pihak terlebih dahulu sehingga ketemu titik permasalahannya. Perlu diketahui, kabar ini sudah diketahui ketua umum kami, Ibu Megawati. Dia (Ibu Mega, Red) setuju kasus ini diusut tuntas," imbuhnya. (pes/yus/cak)

    Labels: ,

    Monday, June 18, 2007

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Megawati : Pertahankan Pancasila

    Megawati : Pertahankan Pancasila
    Indomedia.com, Sabtu, 02 Jun 2007

    Ende, PKMegawati Soekarnoputri menegaskan, tanpa Pancasila tidak akan ada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hanya Pancasila yang mampu menjadi perekat bangsa dari berbagai latar belakang budaya, sosial, suku, agama ataupun ras. Karena itu semua anak bangsa bersatu hati mempertahankan ideologi negara Pancasila, karena kalau tidak ada Pancasila, maka NKRI akan bubar.

    "Satu-satunya ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Maka mari kita pertahankan Pancasila," ajak Megawati saat memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Lapangan Pancasila-Ende, Jumat (1/6/2007).

    Megawati mengatakan, di tengah derasnya era globalisasi saat ini, Pancasila terkesan mulai dilupakan orang. Karena itu dia mengajak semua komponen bangsa agar kembali menggelorakan Pancasila. Karena bagaimanapun, kata putri Bung Karno ini, Pancasila lahir dari dalam diri bangsa Indonesia itu sendiri. Bahkan Bung Karno pernah mengatakan bahwa dia bukan pembuat Pancasila. Bung Karno hanya menggali Pancasila dari dalam tubuh bangsa Indonesia. Pancasila telah menjadi nilai-nilai dasar dari Bangsa Indonesia, yakni adanya sikap gotong royong.

    Menurut presiden ke-5 RI ini, sebagai bangsa yang besar, maka anak bangsa ini harus memiliki rasa kebanggaan akan identitas diri. Dalam membangun bangsa ini setiap anak bangsa perlu memiliki harga diri serta berdaulat di dalam budaya. Megawati juga mengingatkan semua pihak jangan mudah mengadopsi budaya asing yang belum tentu sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.

    Dikatakannya, Bung Karno mengajarkan bahwa hanya bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai harga diri. Kesadaran ini perlu ada dalam diri anak muda. Yang terjadi saat ini, katanya, banyak anak muda yang sudah lupa tentang sejarah bangsa. Kaum muda hanya berpikir bahwa kalau sudah merdeka, ya sudah, padahal tidaklah begitu. Anak muda adalah penerus bangsa. Republik ini tidak akan eksis, tidak akan ada di antara bangsa-bangsa lain di dunia kalau tanpa kaum muda.

    "Kalian anak muda yang main drum band itu, kalian bisa apa tidak memainkan musik sasando yang menjadi ciri khas Propinsi NTT? Kalau bisa memainkan drum band, maka seharusnya kalian juga harus bisa memainkan alat musim sasando," kata Megawati kepada para pemain drum band SMUK Syuradikara, Ende yang berbaris di bagian depan.
    Megawati juga mengatakan, seharusnya bangsa Indonesia bisa berdikari dalam urusan pangan, dalam arti tidak perlu mengimpor beras dari luar negeri seperti Vietnam dan juga Thailand. Kebutuhan pangan masyarakat identik dengan beras. NTT, misalnya, pangan yang bisa dikembangkan adalah pisang, ubi ataupun jagung. "Bung Karno ketika merenungkan Pancasila di bawah pohon sukun dia justru memakan buah sukun. Itu adalah bukti kecintaan Bung Karno terhadap pangan lokal," katanya.
    "Ayo para bupati dengar ini, kalau Vietnam ataupun Kamboja mengalami kekeringan dan ketika produksi beras mereka mengalami penurunan, apa kita masih mengharapkan beras dari mereka? Maka jangan harap beras raskin terus," tandas Mega.
    Dalam pidato tanpa teks sekitar 45 menit itu, Megawati mengatakan bahwa bangsa Amerika Serikat ataupun China adalah bangsa yang besar. Tetapi itu bukan berarti bahwa bangsa Indonesia harus di bawah bangsa-bangsa tersebut. Bangsa Indonesia harus berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain.

    Megawati tiba di Ende, Kamis (31/5/2007), disambut ribuan masyarakat Kota Ende, baik kader PDIP maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat ketika menginjakkan kaki di Bandara Hasan Aroeboesman, Ende, massa terus berteriak memanggil nama Megawati dari balik pintu pagar bandara.

    Megawati didampingi oleh sejumlah pengurus DPP PDIP, seperti Sony Keraf, Theo Syafei dan Manuel Kaisiepo. Dari NTT hadir Wakil Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Bupati Ende, Drs. Paulinus Domi dan Wakil Bupati Ende, Bernadus Gadobani S.Ag, serta Kapolda NTT, Brigjen RB Sadarum. Megawati juga mengunjungi sejumlah tempat seperti situs Bung Karno, Museum Bahari, Museum Budaya, Ende dan juga pohon sukun (tempat Bung Karno merenungkan Pancasila--Red). Pada Kamis (31/5/2007) malam, Megawati mengadakan tatap muka dan ramah tamah bersama jajaran Muspida Kabupaten Ende dan masyarakat di Aula BBK-Ende.

    Sebelum memimpin apel bendera kemarin pagi, Megawati mengunjungi tempat kerajinan tenun ikat dan pandai besi di Woloare. Apel bendera dimulai tepat pukul 09.45 Wita, dihadiri ribuan simpatisan dan kader PDIP serta masyarakat umum dan anak-anak sekolah. Setelah memimpin apel, Megawati bersama rombongan terbang ke Mataram-NTB. (rom)

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Sejarah PDI Perjuangan

    Sejarah PDI Perjuangan



    Bahwa PDI Perjuangan merupakan partai politik yang sebenarnya adalah partai yang secara langsung memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan sebenarnya kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima) partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu :

    1. Partai Nasional Indonesia (PNI)
    PNI didirikan Bung Karno tanggal 4 Juli 1927 di Bandung. Dengan mengusung nilai-nilai dan semangat nasionalisme, PNI kemudian berkembang pesat dalam waktu singkat. Karena dianggap berbahaya oleh penguasa kolonial, tanggal 29 Desember 1929 semua kantor dan rumah pimpinan PNI digeledah. Bung Karno, Maskun, Supriadinata dan gatot mangkupraja ditangkap. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan Raad van Justitie tanggal 17 April 1931, mereka dipidana penjara. Keputusan ini diartikan mencap PNI sebagai suatu organisasi yang terlarang.
    Setelah tanggal 3 November 1945 keluar Maklumat Pemerintah tentang pembentukan Partai Politik. Dengan landasan tersebut, tanggal 29 Januari 1946 di Kediri PNI dibentuk oleh partai-partai yang tergabung dalam Serikat Rakyat Indonesia atau di kenal dengan Serrindo pada waktu itu, PNI Pati, PNI Madiun, PNI Palembang, PNI Sulawesi, kemudian Partai Republik Indonesia Madiun, Partai Kedaulatan Rakyat Yogya, dan ada beberapa lagi partai kecil lainnya yang berada di Kediri. Fusi ini terjadi ketika ada Konggres Serrindo yang pertama di Kediri. Dalam Kongres tersebut PNI dinyatakan memiliki ciri Sosio-Nasionalisne-Demokrasi yang merupakan asas dan cara perjuangan yang dicetuskan Bung Karno untuk menghilangkan kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme. Pengunaan asas ini diasosiasikan sebagai "kebangkitan kembali PNI 1927" yang pernah didirikan Bung Karno.

    Ideologi partai ini menggunakan apa yang dikembangkan oleh Bung Karno yaitu Marhaenisme, sebuah istilah yang di bangun atau dipakai oleh beliau ketika beliau melakukan kunjungan ke salah satu daerah di Jawa Barat dan bertemu dengan seorang petani yang namanya Marhaen.

    PNI merupakan partai pemenang pemilu nomor satu dalam pemilu tahun 1955 dengan komposisi suara kurang lebih 22,3%. Basis sosial dari partai ini pertama-tama adalah masyarakat abangan di Jawa. Kekuatan mobilisasi terletak pada penguasaan atas birokrasi dan yang kedua adalah para pamong praja, lurah dan para kepala desa. Ini menjelaskan kenapa Golkar mengambil alih itu, PNI ambruk secara total. Ketika dukungan cukup merata menyebar di seluruh Indonesia, ketika di beberapa propinsi yang sangat terbatas seperti di Aceh, Sumatra Barat, dimana pendukung PNI itu jumlahnya kurang dari 0,7%. Di kawasan Jawa di bagian sebelah utara Bandung PNI tidak pernah mendapatkan basis dukungan yang kuat. Itu merupakan daerah Islam atau daerah Masyumi. Di Bandung daerah selatan itu merupakan kantong utama. Jawa Tengah adalah kantong-kantong utama, dan kontestan yang paling serius itu datang dari Partai Komunis Indonesia yang berada di beberapa daerah segitiga seperti Jelanggur dan seterusnya. Blitar bagian selatan dan sebagainya.
    2. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
    Parkindo adalah partai yang didirikan karena ada maklumat pada waktu itu, ia baru berdiri tahun 1945 tepatnya pada tanggal 18 November 1945 yang diketuai Ds Probowinoto. Parkindo merupakan penggabungan dari partai-partai Kristen lokal seperti PARKI (Partai Kristen Indonesia) di Sumut, PKN (Partai Kristen Nasional) di Jakarta dan PPM (Partai Politik Masehi) di Pematang Siantar.

    3. Partai Katolik
    Partai Katolik lahir kembali pada tanggal 12 Desember 1945 dengan nama PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia) merupakan kelanjutan dari atau sempalan dari Katolik Jawi, yang dulunya bergabung dengan partai Katolik. Sebenarnya partai ini pada tahun 1917-an itu sudah ada. Partai ini berdiri pada tahun 1923 di Yogyakarta yang didirikan oleh umat Katolik Jawa yang diketuai oleh F.S. Harijadi kemudian diganti oleh I.J. Kasimo dengan nama Pakepalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Pada Pemilu 1971 Partai Katolik meraih 606.740 suara (1,11%) sehingga di DPR mendapat 3 kursi.

    4. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
    IPKI atau Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia adalah partai yang didirikan terutama oleh tentara. IPKI sejak lahirnya mencanangkan Pancasila, semangat proklamasi dan UUD 1945 sebagai cirnya. Tokoh dibalik pendirian IPKI adalah AH. Nasution, Kol Gatot Subroto dan Kol Azis Saleh. Kelahirannya didasari oleh UU No. 7 tahun 1953 tentang Pemilu 1955. Dalam pemilu itu anggota ABRI aktif dapat dipilih melalui pemilu dan duduk di Konstituante.

    IPKI didirikan pada tanggal 20 Mei 1954 kurang lebih satu tahun sebelum pemilu tahun 1955 yang berlangsung bulan September. Waktu itu, Jenderal Besar Nasution yang berpangkat kolonel, terlibat pada peristiwa yang sangat terkenal yaitu peristiwa 27 Oktober.

    Peristiwa 27 Oktober ini adalah sebuah peristiwa dimana tentara melakukan upaya untuk memaksa Bung Karno membubarkan parlemen. Mereka datang ke istana, gerombolan tentara yang sangat banyak dengan tank, meriam diarahkan ke depan istana, dan meminta kepada Bung Karno untuk membubarkan parlemen, karena parlemen dianggap telah mengintervensi persoalan internal tentara. Nasution dipanggil, usianya baru 33 tahun dan disuruh kembali untuk memikirkan tindakannya, di copot jabatannya, antara Oktober 1952 sampai nantinya dia dikembalikan pada jabatannya pada tahun 1955. Selama tiga tahunan itu Nasution berfikir sangat serius. Bung Karno tidak bisa dilawan. Diantara tahun-tahun inilah Nasution kemudian mendirikan IPKI.

    Dalam pertemuan sangat tertutup antara wakil IPKI dengan Soeharto pada tahun 1971. Dua tokoh IPKI yang besar atau salah satu tokoh IPKI yang besar, mantan Bupati Madiun, Achmad Sukarmadidjaja almarhum, mengatakan bahwa IPKI tidak mungkin hidup di dalam gerombolan partai-partai yang punya ideologi aneh-aneh dan ingin bergabung dengan golongan karya atau menjadi partai sendiri.

    Kedekatan dengan Golkar, menjelang Deklarasi PDI 1973 IPKI pernah berpikir untuk bergabung ke Golkar. Tanggal 12 Maret 1970 Presiden Soeharto memberi jawaban atas permintaan Achmad Sukarmadidjaja bahwa IPKI bisa bergabung ke Golkar dengan syarat harus membubarkan diri lebih dahulu. IPKI cukup spesifik dan memiliki dukungan yang konkrit menurut pemilu 1955 kecuali sedikit di Jawa Barat, demikian juga dengan Murba. Hanya memiliki dukungan yang sangat sedikit di Jawa Barat kurang lebih 290.000-an orang. Pada Pemilu 1971 IPKI hanya mampu memperoleh 388.403 (0,62 %) sehingga tidak mendapat satupun kursi di DPR.

    5. Murba
    Murba didirikan pada tanggal 7 November 1948 setelah Tan Malaka keluar dari penjara. Murba adalah gabungan Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka.

    Menurut data Kementrian Penerangan RI tentang "Kepartaian di Indonesia" seri Pepora No. 8, Jakarta, 1981, istilah Murba mengacu pada pengertian "golongan rakyat yang terbesar yang tidak mempunyai apa-apa, kecuali otak dan tenaga sendiri". Asas partai ini antifasisme, anti imperialisme-kapitalisme dengan tujuan akhirnya mewujudkan masyarakat sosialisme.

    Meski program Murba membela rakyat kecil dan kaum tertindas, dukungan riil rakyat terhadap Murba kurang begitu kuat. Terbukti dalam Pemilu 1971 partai ini tidak memperoleh satu pun kursi di DPR karena hanya mampu meraih 48.126 suara (0,09 %).

    Proses fusi terjadi sebenarnya hanya untuk menjamin kemenangan kekuatan Orde Baru. Pada saat itu penguasa Orde Baru mengaktifkan Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya (Golkar) yang proses pembentukannya didukung oleh militer. Tap MPRS No.XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian, Keormasan, dan Kekaryaan disebutkan agar Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong (DPR-GR) segera membuat Undang-Undang untuk mengatur kepartaian, keormasan dan kekaryaan yang menuju pada penyederhanaan.

    Gagasan agar supaya fusi untuk pertama kali tahun 1970. Tepatnya 7 Januari tahun 1970. Soeharto memanggil 9 partai politik untuk melakukan konsultasi kolektif dengan para pimpinan 9 partai politik tersebut. Dalam pertemuan konsultasi tersebut, Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik dengan maksud untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih tentram lebih damai bebas dari konflik agar pembangunan ekonomi bisa di jalankan. Partai politik dikelompokan ke dalam dua kelompok, kelompok pertama disebut kelompok materiil spirituil yang menekankan pada aspek materiil dan kedua adalah spirituil materiil yang menekankan pada aspek spiritual. Kelompok materiil spirituil menjadi Partai Demokrasi Indonesia dan kelompok spirituil materiil itu kemudian menjadi Partai Persatuan pembangunan.

    Setelah diskusi-diskusi seperti itu tokoh-tokoh partai coba mulai bertemu dan mulai mendiskusikan gagasan ini. Pertemuan kemudian berlanjut pada tanggal 27 Februari 1970 Soeharto mengundang lima partai politik yang dikategorikan kelompok pertama yaitu PNI (Partai Nasiona Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Partai Katolik, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) dan Murba. Ide pengelompokan yang dilontarkan Soeharto menjadi perhatian masyarakat umum dan ditengah-tengah proses pengelompokan tersebut berkembang rumor yang sangat kuat isu pembubaran partai-partai politik jika tidak dicapai kesepakatan untuk mengadakan pengelompokan sampai batas waktu 11 Maret 1971. Karena partai sangat lamban, mulai muncul gerakan di sejumlah daerah yang paling terkenal adalah di Jawa Barat. Panglima daerah di Jawa Barat pada waktu adalah Jenderal Darsono melakukan buldoser secara besar-besar ke partai di Jawa Barat. Muncul gagasan tentang dwi partai. Partai yang cuma dua di Indonesia. Dan korban paling utama pada waktu itu adalah Partai Nasional Indonesia.

    Pada tanggal 7 Maret 1970 bertempat di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar di Jalan Teuku Umar No. 5 Jakarta, lima tokoh Partai yang hadir yaitu Hardi dan Gde Djakse (PNI), Achmad Sukarmadidjaja (IPKI), Maruto Nitimihardjo dan Sukarni (Murba), VB Da Costa, Lo Ginting dan Harry Tjan (Partai Katolik) serta M Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo), mengadakan pertemuan dan pembicaraan mengenai pengelompokan partai. Dalam pertemuan tersebut, muncul kekhawatiran terjadinya polarisasi antara kelompok Islam dan non-Islam, oleh karenanya muncul gagasan sebagai alternatif untuk mengelompokan partai menjadi lima atau empat kelompok yang terdiri dari dua kelompok muslim, satu nasionalis, satu kristen dan satu kelompok karya. Namun pemerintah Orde Baru saat itu tetap menginginkan pengelompokan sesuai yang diajukan sebelumnya hingga akhirnya gagasan yang diusulkan oleh tokoh-tokoh tersebut tidak pernah terwujud.

    Pada tanggal 9 Maret 1970 pertemuan pimpinan lima partai tersebut berlanjut ditempat yang sama dengan agenda pokok yaitu penyelesaian deklarasi atau pernyataan bersama dan pokok-pokok pikiran selanjutnya. Dalam pertemuan ini berhasil membentuk tim perumus yang terdiri dari Mh. Isnaeni, M Supangat, Murbantoko, Lo Ginting dan Sabam Sirait. Tim perumus menghasilkan "Pernyataan Bersama" yang ditanda tangani oleh ketua partai masing-masing, yakni Hardi (PNI), M Siregar (Parkindo), VB Da Costa (Partai Katolik), achmad sukarmadidjaja (IPKI) dan Sukarni (Murba).

    Pada tanggal 12 Maret 1970 kembali dilakukan pertemuan dengan Presiden Soeharto yang didampingi oleh Brigjen Sudjono Humardani dan Brigjen Sudharmono. Dari pihak partai politik hadir Hardi dan Gde Djakse (PNI), Achmad Sukarmadidjaja dan M Supangat (IPKI), Maruto Nitimihardjo (Murba), VB Da Costa dan Lo Ginting (Partai Katolik) serta M Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo).

    Pada tanggal 24 Maret 1970 para pemimpin parpol tersebut kembali melakukan pertemuan di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar. Maksud pertemuan tersebut adalah untuk memperjelas keberadaan kelompok yang telah dibentuk, baik nama, sifat, pengorganisasian dan program. Hasil pertemuan tersebut akhirnya disepakati nama "Kelompok Demokrasi Pembangunan" dan dikukuhkan melalui SK No. 42/KD/1972, tanggal 24 Oktober 1972. Meskipun sebelumnya banyak muncul usulan-usulan nama yang diajukan oleh masing-masing partai, antara lain oleh Lo Ginting (Partai Katolik) yang mengusulkan nama "Kelompok Demokrasi Kesejahteraan" atau "Kelompok Kesejahteraan Kerakyatan". Maruto Nitimihardjo (Murba) mengusulkan nama "Kelompok Gotong-Royong", karena kata "gotong royong" dianggap merupakan perasaan pancasila dan dapat menghindari polarisasi. Usep Ranawidjaja (PNI) keberatan karena bisa ditafsirkan dan dikaitkan dengan Orde Lama. M Supangat (IPKI) mengusulkan dibentuk "Badan Kerjasama" sebagai sifat pengelompokan yang dinamakan "Kelompok Pembangunan". Sabam Sirait (Parkindo) mengusulkan nama "Kelompok Demokrasi dan Pembangunan" atau "Kelompok Sosial Demokrat".

    Setelah melalui proses yang panjang akhirnya pada tanggal 10 Januari 1973 tepat jam 24.00 dalam pertemuan Majelis Permusyawaratan Kelompok Pusat (MPKP) yang mengadakan pembicaraan sejak jam 20.30 di Kantor Sekretariat PNI di Jalan Salemba Raya 73 Jakarta, Kelompok Demokrasi dan Pembangunan melaksanakan fusi 5 Partai Politik menjadi satu wadah Partai yang bernama Partai Demokrasi Indonesia meskipun pada awal fusi sebenarnya muncul 3 (tiga) kemungkinan nama untuk fusi menjadi :
    1. Partai Demokrasi Pancasila
    2. Partai Demokrasi Pembangunan
    3. Partai Demokrasi Indonesia

    Deklarasi ditandatangani oleh wakil kelima partai yaitu MH. Isnaeni dan Abdul Madjid mewakili Partai Nasional Indonesia, A. Wenas dan Sabam Sirait Mewakili Partai Kristen Indonesia, Beng Mang Rey Say dan FX. Wignyosumarsono mewakili Partai Katolik, S. Murbantoko R. J. Pakan mewakili Partai Murba dan Achmad Sukarmadidjaja dan Drs. Mh. Sadri mewakili Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Dengan dideklarasikannya fusi kelima partai tersebut, maka lahirlah Partai Demokrasi Indonesia.

    Setelah deklarasi fusi tersebut, selanjutnya untuk memenuhi poin 3 Deklarasi fusi, dibentuk tim penyusun Piagam Perjuangan, AD/ART, struktur organisasi dan prosedur yang diperlukan melaksanakan fusi tersebut. Tim yang dikenal sebagai Tim 10 itu semula diketuai Sunawar Sukowati (PNI) tapi kemudian diganti Sudjarwo (PNI) karena penugasan Sunawar sebagai duta besar.

    Pada tanggal 13 Januari 1973 Majelis Pimpinan Partai (MPP) terbentuk, Sabtu 14 Januari 1973 jam 01.20 pagi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) berhasil menyusun struktur dan personalia Dewan Pimpinan Pusat sampai terselenggaranya Kongres Nasional. Susunan kepengurusan DPP PDI sebagai berikut :
    I. MAJELIS PIMPINAN PUSAT (beranggotakan 25 orang) :
    II. DEWAN PIMPINAN PUSAT (beranggotakan 11 orang)

    DPP PDI bersama Tim 10 pada tanggal 8-10 Juni 1973 di Cibogo Bogor berhasil menyelesaikan AD/ART PDI dan telah disahkan dalam rapat DPP PDI tanggal 26 Juli 1973 serta dikukuhkan dalam rapat MPP PDI di kediaman hasyim Ning pada tanggal 4 Agustus 1973. Sementara Piagam dan Program Perjuangan Partai dikukuhkan dalam rapat MPP PDI tanggal 19-20 September 1973.

    Untuk memenuhi poin 4 Deklarasi Fusi, kelima partai yakni PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, Murba mengadakan forum internal masing-masing partai. PNI menyelenggarakan Munas tanggal 27-28 Januari 1973 di Jakarta yang memutuskan bahwa masalah fusi dengan partai-partai lain tidak dipersoalkan dan menyetujui kebijakan DPP PNI dalam menghadapi fusi. Parkindo mengadakan Sidang Dewan Partai VII yang diperluas pada tanggal 8-10 Juli 1973 di Sukabumi hasilnya menyetujui kebijakan DPP Parkindo berfusi dalam PDI. Partai Katolik melaksanakan Sidang Dewan Partai yang diperluas pada tanggal 25-27 Februari 1973 di Jakarta dan hasilnya menyetujui kebijakan DPP untuk berfusi. IPKI melaksanakan Musyawarah Dewan Paripurna Nasional IV di Tugu-Bogor pada tanggal 25-27 mei 1973 dan Murba melaksanakan Sidang Dewan Partai pada tanggal 1-3 Agustus 1973 yang masing-masing menyetujui kebijakan DPP nya untuk berfusi.

    Terbentuknya DPP diiringi terbentuknya kepengurusan Cabang (kepengurusan tingkat kabupaten) sebanyak 154 Cabang. Tahun 1974 kepengurusan Cabang bertambah 77 Cabang, tahun 1975 bertambah 20 Cabang, tahun 1976 bertambah 6 Cabang.

    Musyawarah nasional adalah bentuk pertemuan besar PDI yang pertama pasca fusi. Setelah mendapat restu Presiden Soeharto tanggal 18 Juni 1973 dan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX tanggal 19 Juni 1973, DPP PDI melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas). Dalam praktik, Munas I ini mengambil nama "Konpernas" (Konsultasi dan Penataran Nasional) di Jakarta tanggal 20-24 september 1973. Konpernas dihadiri utusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), MPP, Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu), Anggota Fraksi PDI di DPR, dan tokoh-tokoh Pemerintah seperti mayjen Ali Murtopo, Mayjen Subiyono (Wakil Dephankam), JB sumarlin (Wakil Bappenas), Mayjen Sunandar (Wakil Mendagri), Sulaiman (Wakil Menlu) dan Prof Sunario (Wakil Dewan Harian Angkatan 1945).

    Kongres I PDI berlangsung dari tanggal 12 - 13 April 1976. Pelaksanaan Kongres I ini sempat tertunda-tunda akibat adanya konflik internal. Di dalam Kongres I ini intervensi pemerintah sangat kuat, pemerintah memplot Sanusi Hardjadinata agar terpilih. Dan hasilnya Sanusi Hardjadinata terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PDI. Susunan DPP hasil Kongres I yang susunan personalianya sudah disempurnakan atas kesepakatan antara Mh Isnaeni dan Sunawar.

    Kepengurusan tersebut karena adanya konflik diantara pengurus DPP, maka pada tanggal 16 Januari 1978, susunan DPP PDI hasil penyelesaian politik bersama Bakin.
    Kongres II dilaksanakan pada tahun 1981 di Jakarta, meskipun ada penolakan dari "Kelompok Empat" (Usep, Abdul Madjid, Walandauw dan Zakaria Ra'ib) yang mengajukan keberatan atas penyelenggaraan Kongres II kepada pemerintah. Namun Kongres II PDI tetap berlangsung pada tanggal 13-17 Januari 1981 mengambil tema : "Dengan Menggalang Persatuan dan Kesatuan Dalam Rangka Memantapkan Fusi, Meningkatkan Peranan dan Partisipasi PDI Untuk Mensukseskan Pembangunan".
    Di dalam Kongres II ini campur tangan pemerintah semakin kuat. Meskipun ada keberatan terhadap pelaksanaan Kongres tersebut, Kongres II PDI tetap berjalan. Pemerintah tetap mengizinkan penyelenggaraan Kongres tersebut dan Presiden Soeharto yang membuka acara Kongres II PDI.
    Di dalam Kongres II PDI menghasilkan kesepakatan-kesepakatan diantara partai-partai pendukung PDI yang berkonflik. Kongres II PDI akhirnya menyepakati bahwa fusi telah tuntas.
    Pasca Kongres II PDI konflik internal masih terjadi yaitu perselisihan antara Hardjanto dengan Sunawar. Kelompok hardjanto mendesak diselenggarakannya Kongres Luar Biasa sedangkan Kubu Sunawar hanya menghendaki Munas. Kubu Sunawar menginginkan Kongres III PDI diselenggarakan setelah pemilu 1987, sementara kubu Hardjanto menginginkan sebelum Pemilu. Akhirnya Kongres III PDI diselenggarakan sebelum Pemilu yaitu pada tanggal 15-18 April 1986 di Wisma haji Pondok Gede, Jakarta. Kongres III dapat diselenggarakan karena Sunawar Soekawati meninggal dunia. Di dalam Kongres ini semaki menegaskan kuatnya ketergantungan PDI pada Pemerintah. Kongres III PDI gagal dan menyerahkan penyusunan pengurus kepada Pemerintah. Pada waktu itu yang berperan adalah Mendagri Soepardjo Rustam, Pangab Jenderal Benny Moerdani dan Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono.

    Konflik internal terus berlanjut sampai dengan dilaksanakannya Kongres IV PDI di Medan. Kongres IV PDI diselenggarakan tanggal 21-25 Juli 1993 di Aula Hotel Tiara, Medan, Sumatera Utara dengan peserta sekitar 800 orang. Dalam Kongres tersebut muncul beberapa nama calon Ketua Umum yang akan bersaing dengan Soerjadi, yakni Aberson Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno dan Tarto Sudiro, kemudian muncul nama Ismunandar yang merupakan Wakil Ketua DPD DKI Jakarta.
    Budi Hardjono saat itu disebut-sebut sebagai kandidat kuat yang didukung Pemerintah. Tarto Sudiro maju sebagai calon Ketua Umum didukung penuh oleh Megawati Soekarnoputri. Saat itu posisi Megawati belum bisa tampil mengingat situasi dan kondisi politik masih belum memungkinkan.
    Kongres IV PDI di Medan dibuka oleh Presiden Soeharto dan acara tersebut berjalan lancar. Namun beberapa jam kemudian acara Kongres menjadi ricuh karena datang para demonstran yang dipimpin oleh Jacob Nuwa Wea mencoba menerobos masuk ke arena sidang Kongres namun dihadang satuan Brimob. Acara tetap berlangsung sampai terpilihnya kembali Soerjadi secara aklamasi sebagai Ketua Umum, namun belum sampai penyusunan kepengurusan suasana Kongres kembali ricuh karena aksi demonstrasi yng dipimpin oleh Jacob Nuwa Wea berhasil menerobos masuk ke arena Kongres. Kondisi demikian membuat pemerintah mengambil alih melalui mendagri Yogie S Memed mengusulkan membentuk caretaker. Dalam rapat formatur yang dipimpin Latief Pudjosakti Ketua DPD PDI jatim pada tanggal 25-27 Agustus 1993 akhirnya diputuskan susunan resmi caretaker DPP PDI .

    Setelah gagalnya Kongres IV PDI yang berlangsung di Medan, muncul nama Megawati Soekarnoputri yang diusung oleh warga PDI untuk tampil menjadi Ketua Umum. Megawati Soekarnoputri dianggap mampu menjadi tokoh pemersatu PDI. Dukungan tersebut muncul dari DPC berbagai daerah yang datang kekediamannya pada tanggal 11 September 1993 sebanyak lebih dari 100 orang yang berasal dari 70 DPC. Mereka meminta Megawati tampil menjadi kandidat Ketua Umum DPP PDI melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar pada tanggal 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.

    Dukungan terhadap Megawati semakin kuat dan semakin melejit dalam bursa calon Ketua Umum DPP PDI. Muncul kekhawatiran Pemerintah dengan fenomena tersebut. Pemerintah tidak ingin Megawati tampil dan untuk menghadang laju Megawati ke dalam bursa pencalonan Ketua Umum, dalam acara Rapimda PDI Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1993 yang diadakan dalam rangka persiapan KLB muncul larangan mendukung pencalonan Megawati.

    Kendati penghadangan oleh Pemerintah terhadap Megawati untuk tidak maju sebagai kandidat Ketua Umum sangat kuat, keinginan sebagian besar peserta KLB untuk menjadikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI tidak dapat dihalangi hingga akhirnya Megawati dinyatakan sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto.

    Untuk menyelesaikan konflik PDI, beberapa hari setelah KLB, Mendagri bertemu Megawati, DPD-DPD dan juga caretaker untuk menyelenggarakan Munas dalam rangka membentuk formatur dan menyusun kepengurusan DPP PDI. Akhirnya Musyawarah Nasional (Munas) dilaksanakan tanggal 22-23 Desember 1993 di Jakarta dan secara de jure Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketua Umum DPP PDI. Dalam Munas ini dihasilkan kepengurusan DPP PDI periode 1993-1998.

    Berakhirnya Munas ternyata tidak mengakhiri konflik internal PDI. Kelompok Yusuf Merukh membentuk DPP PDI Reshuffle walau tidak diakui oleh Pemerintah namun kegiatannya tidak pernah dilarang. Disamping itu kelompok Soerjadi sangat gencar melakukan penggalangan ke daerah-daerah dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan menggelar Kongres. Dari 28 pengurus DPP PDI, 16 orang anggota DPP PDI berhasil dirangkulnya untuk menggelar Kongres.

    Ketua Umum DPP PDI, Megawati Soekarnoputri menolak tegas diselenggarakannya "Kongres", kemudian pada tanggal 5 Juni 1996, empat orang deklaratir fusi PDI yakni Mh Isnaeni, Sabam Sirait, Abdul Madjid dan Beng Mang Reng Say mengadakan jumpa pres menolak Kongres.

    Kelompok Fatimah Achmad yang didukung oleh Pemerintah tetap menyelenggarakan Kongres pada tanggal 2-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan dengan didukung penjagaan yang sangat ketat dari aparat keamanan lengkap dengan panser. Pagar Asrama Haji tempat kegiatan berlangsung ditinggikan dengan kawat berduri setinggi dua meter. Disamping itu di persimpangan jalan dilakukan pemeriksaan Kartu Tanda Penduduk terhadap orang-orang yang melintas.

    Warga PDI yang tetap setia mendukung Megawati demonstrasi secara besar-besaran pada tanggal 20 Juni 1996 memprotes Kongres rekayasa yang diselenggarakan oleh kelompok Fatimah Achmad, demontrsi itu berakhir bentrok dengan aparat dan saat ini dikenal dengan "Peristiwa Gambir Berdarah".

    Meskipun masa pendukung Megawati yang menolak keras Kongres Medan, namun Pemerintah tetap mengakui hasil Kongres tersebut. Pemerintah mengakui secara formal keberadaan DPP PDI hasil Kongres Medan dan menyatakan PDI hasil Kongres Medan sebagai peserta Pemilu tahun 1997. Tanggal 25 Juli 1996 Presiden Soeharto menerima 11 pengurus DPP PDI hasil Kongres Medan yang dipimpin oleh Soerjadi selaku Ketua Umum dan Buttu Hutapea selaku Sekretaris Jenderal. Hal ini semakin membuat posisi Megawati dan para pengikutnya semakin terpojok.

    Masa pendukung Megawati mengadakan "Mimbar Demokrasi" dihalaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro hingga pada tanggal 27 Juli 1996, kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa "Sabtu Kelabu 27 Juli" yang banyak menelan korban jiwa.

    Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurusnya masih tetap eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang dilakukan dibawah pantauan Pemerintah. Pada Pemilu 1997 Megawati melalui Pesan Hariannya menyatakan bahwa PDI dibawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI. Pemilu 1997 diikuti oleh PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu menunjukan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati karena hasil Pemilu PDI merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi DPR.

    Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI dibawah kepemimpinan Megawati.Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi politik, PDI dibawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca Lengsernya Soeharto, dukungan terhadap PDI dibawah kepemimpinan Megawati semakin kuat, sorotan kepada PDI bukan hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.

    Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali. Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat. Kongres ini disebut dengan "Kongres Rakyat". Karena selama kegiatan Kongres berlangsung dari mulai acara pembukaan yang diselenggarakan di lapangan Kapten Japa, Denpasar sampai acara penutupan Kongres, jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yang antusias mengikuti jalannya Kongres tersebut.

    Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi.

    Didalam Kongres tersebut, Megawati diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta.

    Pemilu tahun 1999 membawa berkah bagi PDI Perjuangan, dukungan yang begitu besarnya dari masyarakat menjadikan PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu dan berhasil menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153 orang. Dalam perjalananya kemudian, Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurahman Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden Republik Indonesia Ke - 4.

    Untuk pertama kalinya setelah berganti nama dari PDI menjadi PDI Perjuangan, pengurus DPP PDI Perjuangan memutuskan melaksanakan Kongres I PDI Perjuangan meskipun masa bakti kepengurusan DPP sebelumnya baru selesai tahun 2003. Salah satu alasan diselenggarakannya Kongres ini adalah untuk memantapkan konsolidasi organisasi Pasca terpilihnya Megawati sebagai Wakil Presiden RI.

    Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret - 1 April 2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah. Menjelang Kongres I PDI Perjuangan, sudah muncul calon-calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, nama yang muncul antara lain Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan, kemudian muncul pula nama Eros Jarot yang sempat menggalang DPC-DPC untuk mendukungnya. Di dalam pemandangan umum Cabang-Cabang, dari 243 DPC, hanya 2 DPC yang mengusulkan nama lain yaitu DPC Kota Jayapura dalam pemandangan umumnya mengusulkan 3 orang calon Ketua Umum yaitu Megawati, Dimyati Hartono dan Eros Jarot, kemudian DPC Kota Banjarmasin mengusulkan Eros Jarot sebagai KetuanUmum DPP PDI Perjuangan.

    Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan.

    Setelah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, pada tahun 2001 Megawati diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke - 5 menggantikan KH Abdurahman Wahid yang diturunkan dalam Sidang Istimewa MPR-RI. Diangkatnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke - 5 membawa perubahan pada sikap politik PDI Perjuangan dan cap sebagai partai penguasa melekat di PDI Perjuangan.

    Meski sebagai partai penguasa, PDI Perjuangan ternyata tidak mampu meraih kemenangan di dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2004. PDI Perjuangan hanya mampu memperoleh suara diurutan kedua dengan 109 kursi di DPR.

    Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 28 - 31 Maret 2005 di Hotel Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat dimana Kongres V PDI diselenggarakan pada tahun 1998. Kongres ini selesai 2 hari lebih cepat dari yang dijadwalkan yaitu 28 Maret - 2 April 2005.

    Menjelang Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan, sudah banyak muncul nama-nama yang akan maju sebagai calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan antara lain Guruh Soekarnoputra yang digagas oleh Imam Mundjiat Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Timur, Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, Arifin Panigoro dan Sophan Sophiaan.

    Masing-masing calon tersebut giat melakukan penggalangan kekuatan di daerah. Disamping itu kelima calon tersebut beberapa kali mengadakan pertemuan-pertemuan di beberapa hotel di Jakarta salah satunya pertemuan di Sahid Jaya Hotel. Di kemudian hari kelima calon ini bergabung menjadi satu dalam satu wadah yang dinamakan "Kelompok Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan" yang mengusung satu nama calon Ketua Umum DPP PDI Perjuangan yaitu Guruh Sukarno Putra.
    Di dalam sidang paripurna pertama, sidang sempat ricuh saat pembahasan tata tertib yang diikuti beberapa peserta walk out dari arena sidang. Namun sidang paripurna tetap berlangsung setelah Ir. Sutjipto selaku pimpinan sidang mengajukan penawaran kepada peserta yang menolak Pasal 7 tata tertib untuk berdiri dan yang menyetujui tetap duduk, ternyata dari 1822 peserta hanya beberapa orang yang berdiri dan sidang dilanjutkan kembali.

    Kongres II PDI Perjuangan akhirnya berakhir pada tanggal 31 Maret 2005 setelah Megawati dikukuhkan sebagai Ketua Umum terpilih karena seluruh peserta dalam pemandangan umumnya mengusulkan Megawati menjadi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Susunan pengurus DPP PDI Perjuangan hasil Kongres II PDI Perjuangan sebagai berikut :

    Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri

    Sekretaris Jendral : Ir. Pramono Anung W.
    Wakil Sekjen Bidang Internal : Mangara M. Siahaan
    Wakil Sekjen Bidang Eksternal : Agnita Singedekane Irsal
    Wakil Sekjen Bidang Fungsi Pemerintahan : Sutradara Gintings

    Bendahara : Philip Widjaja
    Wakil Bendahara Bidang Dana : Daniel Budi Setiawan
    Wakil Bendahara Bidang Inventarisasi Kekayaan : NGA. Sukma Dewi Djakse

    Bidang Internal
    Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu : Tjahjo Kumolo
    Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi : Suwarno
    Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi : Alexander Litaay
    Ketua Bidang Sumberdaya dan Dana : Murdaya Poo
    Ketua Bidang Hubungan Masyarakat & Media : Panda Nababan


    Bidang Eksternal
    Ketua Bidang Pemuda Mahasiswa & Olahraga : Maruarar Sirait
    Ketua Bidang Buruh Tani & Nelayan : Jacob Nuwawea
    Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan : Guruh Soekarno Putra
    Ketua Bidang Usaha Kecil Menengah & Koperasi : Ir. Mindo Sianipar
    Ketua Bidang Agama & Kerohanian : Prof.Dr.Hamka Haq
    Ketua Bidang Organisasi Kemasyarakatan : Dudhie Makmun Murod
    Ketua Bidang Informasi & Komunikasi : Ir. Daryatmo Mardiyanto
    Ketua Bidang Lingk Hidup & Pengabdian Masyarakat : Sonny Keraf

    Bidang Fungsi Pemerintahan
    Ketua Bidang Keamanan dan Pertahanan : Theo Syafei
    Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat : Adang Ruchiyatna
    Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan : Ir. Emir Moeis
    Ketua Bidang Luar Negeri : Dr. Arief Budimanta
    Ketua Bidang Dalam Negeri / Otonomi Daerah : Ir. Sutjipto
    Ketua Bidang Hukum & Hak Azasi Manusia : Firman Jaya Daeli

    Pada tanggal 25 April 2005, kepengurusan DPP PDI Perjuangan hasil Kongres II PDI Perjuangan dilaporkan ke Departenmen Kehakiman dan HAM dan pada tanggal 30 Mei 2005 Menteri Hukum dan HAM menerbitkan surat keputusan nomor : M-01.UM.06.08 Tahun 2005 yang menerima perubahan kepengurusan dan AD-ART hasil Kongres tersebut

    Labels:

    Wednesday, June 13, 2007

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • PDIP Diundang Partai Demokrat AS

    PDIP Diundang Partai Demokrat AS
    Jawa Pos, Kamis, 31 Mei 2007,


    Dipimpin Taufik Kiemas

    JAKARTA - PDIP semakin intens membangun jaringan internasional. Partai berlambang banteng moncong putih itu akan "belajar" langsung ke markas Partai Demokrat, Amerika Serikat. Mereka berguru menjadi oposisi, seperti posisi Demokrat di luar pemerintahan George W. Bush.

    Untuk membangun dialog dengan Partai Demokrat di AS, mulai besok hingga 10 Juni mendatang, sejumlah petinggi PDIP melakukan kunjungan "istimewa" ke AS. "Keberangkatan kami ini semata-mata untuk memenuhi undangan Partai Demokrat. Ini sudah menjadi bagian dari tugas politik luar negeri partai," kata Sekjen PDIP Pramono Anung di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, kemarin.

    Kunjungan kali ini memang cukup istimewa. Para petinggi PDIP langsung turun tangan. Rombongan akan dipimpin oleh Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufik Kiemas dan Sekjen PDIP Pramono Anung.

    Di dalam rombongan itu, juga ada Ketua Tim Ekonomi PDIP Emir Moeis, Andreas Pareira, Hasto Kristiyanto, Helmy Fauzi, Budiman Sudjatmiko, Mohammad Yamin, dan Mohammad Rakyan Ikhsan Yunus.

    Ikut sertanya tokoh senior PDIP Taufik Kiemas untuk menemui pengurus partai oposisi AS itu tentu mengundang sejumlah spekulasi. Di antaranya, kunjungan tersebut merupakan bagian dari persiapan PDIP menghadapi Pemilu 2009, khususnya mengenai pencalonan kembali Megawati sebagai capres. Tapi, itu dengan halus dibantah Pramono.

    "Jangan diartikan kunjungan ini untuk mendapat dana asing (AS, Red). Tak ada juga niat untuk menjadikan PDIP golden boy bagi siapa pun," tegasnya. Menurut dia, PDIP akan selalu memegang teguh prinsip kedaulatan nasional dalam setiap pilihan kebijakan maupun sikap politik.

    Pram menyampaikan, PDIP akan mencoba untuk menjajaki pola hubungan baru dengan AS yang mengedepankan prinsip saling menghormati antara kedua negara. Tidak hanya itu, lanjut dia, PDIP juga akan menegaskan posisi politik partai yang sepenuhnya mendukung kemerdekaan Palestina. "Termasuk juga masalah Iraq, nuklir Iran, dan isu nuklir Korea Utara," tandasnya.

    Selain bertemu dengan senator Barack Obama yang kini menjadi salah seorang kontestan kuat dalam konvensi pilpres dari Partai Demokrat, rombongan PDIP juga akan bertemu dengan sejumlah tokoh demokrat lainnya, seperti pemimpin oposisi di Senat AS, yaitu Harry Reid dan Daniel Inouye. "Kami juga akan bertemu dengan sejumlah tokoh dari National Security Council dan US-Indonesia Business Forum," tuturnya. (pri)

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Jangan Lupakan Makna Pancasila

    Megawati Nilai,

    Masyarakat Mulai Lupakan Makna Pancasila

    Gatra.com, Ende, 1 Juni 2007 16:30
    Mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputeri menilai, sebagian masyarakat Indonesia mulai melupakan makna Pancasila, sehingga dalam perpolitikan terlihat adanya keresahan.

    "Sepertinya tidak punya satu tujuan atau arah tujuan, sehingga kita pun tidak tahu kemana sebenarnya kita memproklamasikan kemerdekaan Indonesia," kata Megawati kepada wartawan, di Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT), Jumat.

    Puteri Proklamator Kemerdekaan RI ini mengaku, kehadirannya di Kabupaten Ende itu dimaksudkan untuk menghidupkan kembali cita-cita reformasi yang dikumandangkan Bung Karno.

    Hari ini, Megawati memimpin upacara memperingati Hari Kesaktian Pancasila di lapangen Perse Ende yang dihadiri ribuan massa termasukpengurus dan simpatisan Partai Indonesia Perjuangan (PDIP).

    Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP itu sangat setuju jika Hari Kesaktian Pancasila, 1 Juni dijadikan sebagai hari libur nasional, namun hendaknya raykat yang mengajukan hal itu kepada pemerintah.

    "Harusnya demikian (jadikan 1 Juni hari ibur nasionla), kita perlu terus mempelajari sejarah karena tentunya ada kekuatan dan kelemahannya. Mengapa kita tidak seperti bangsa lain yang menghargai sejarah, bahkan mempelajari semua sejarah," ujarnya.

    Menurutnya, untuk membangun bangsa maka hikmah dari kekuatan sejarah itu yang diambil, bukan kelemahan sejarah.

    Megawati menilai suasana perpolitikan di Indonesia saat ini terkesan `kering` atau tanpa arah yg jelas.

    "Menurut saya pemimpin bangsa bicara tanpa arah sementara rakyat membutuhkan penjelasan yang benar. Rakyat ingin pemimpin berkata yang benar," ujar Megawati. [TMA, Ant]


    Pengirim : Akhmad Asaad

    Labels: ,

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Kapitalisme VS Pancasila

    Cok Ratmadi, Ketua DPD PDIP Bali
    Kapitalisme harus Dilawan dengan Pancasila

    Bali Post, Sabtu Kliwon, 2 Juni 2007


    PANCASILA yang kelahirannya diperingati tiap tahun, kini semangatnya meredup seiring derasnya arus globalisasi dan liberalisasi. Termasuk ada keengganan untuk menyebut Pancasila sebagai dasar negara. Apalagi kapitalisme global itu bekerja secara sistematik dan hegemonik dan menguasai sebagian besar sendi-sendi perekonomian nasional. ''Itu artinya, implementasi negara berkeadilan dan sejahtera yang dicita-citakan Bung Karno pun mengalami tantangan hebat. Celakanya, bangsa ini terkesan tak memiliki nyali untuk mengedepankan konsep berdikari dalam bidang ekonomi,'' papar Cok Ratmadi, Ketua DPD PDIP Bali, serangkaian peringatan hari lahirnya Pancasila, Jumat (1/6) kemarin di Denpasar.

    Mantan Bupati Badung ini mengemukakan, sebagai generasi muda sudah saatnya memunculkan kembali kesadaran kolektif yakni Pancasila adalah ideologi negara. Dengan ideologi tersebut diharapkan dapat menjadi penyangga ideologi dalam mengurangi berbagai goncangan sosial yang ditimbulkan gelombang kapitalisme global. Dengan demikian, kata Ratmadi, perlu aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara konsekuen untuk memperkokoh jati diri bangsa Indonesia. "Sebagai bangsa berdaulat, Pancasila merupakan kristalisasi dari konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi," katanya.

    Ia yang akrab dipanggil Cok Rat itu menegaskan, apabila gempuran secara eksternal dan internal dibiarkan terus berjalan maka eksistensi Pancasila dan NKRI benar-benar dalam ancaman serius. Oleh karena itu, mesti ada upaya-upaya yang proaktif untuk melawan proses delegitimasi terhadap Pancasila dan NKRI itu sendiri.

    Ia juga mengingatkan, kini bangsa Indonesia telah hampir delapan tahun melewati era reformasi sejak jatuhnya rezim Soeharto, 21 Mei 1998. Selama itu pula, fakta menunjukkan, betapa proses berbangsa malah makin mundur atau salah arah. Perlahan-lahan namun pasti Pancasila mengalami delegitimasi. Ini dapat dimaknai sebagai proses pengurangan dan penurunan peranan Pancasila dalam pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Peranan Parpol

    Di sisi lain, Cok Rat melihat parpol mempunyai peran yang sangat strategis. Sejatinya partai politik memiliki empat peran mendasar yakni sebagai wahana agregasi kepentingan politik rakyat, sumber kader dan rekrutmen kepemimpinan politik, pendidikan politik dan wahana komunikasi dan sosialisasi politik. "Jadi parpol menjadi amat penting untuk menengok kembali platform dan perilaku politik yang dijalaninya selama ini. Apakah telah berakar dan mendasarkan diri pada filosofi Pancasila atau malah melenceng,'' katanya.

    Ia menekankan, mestinya setiap kebijakan politik dan kebijakan publik yang diambil seyogianya menjadikan Pancasila sebagai rujukan utama. "Bukan rujukan ideologi tertentu apalagi kelompok kepentingan sempit lainnya," paparnya.
    Rujukan ini menjadi amat vital manakala elite politik menggarap produk-produk politik yang langsung bersentuhan dengan kepentingan rakyat yang majemuk. Partai politik hendaknya terus mengupayakan berbagai terobosan untuk melakukan penyegaran dan pemaknaan baru (revitalisasi) terhadap hakikat Pancasila. Ekonomi Pancasila yang mengupayakan sebesar-besarnya kemakmuran bagi rakyat banyak, sejalan dengan pengamalan sila kelima Pancasila.

    Kontekstualisasi praktik ekonomi dan politik tersebut seyogianya menyadarkan rakyat bahwa semua itu berangkat dari inspirasi Pancasila. Elite politiklah yang memiliki kapabilitas untuk melakukan komunikasi politik semacam ini termasuk para kader PDIP. Bahwa, sejak proses menjadi Indonesia digagas, pertarungan ideologi pendukung negara Pancasila dengan paham lainnya selalu terjadi dalam tiap babakan sejarah. "Maka, siapa pun yang berada di garis pendukung Negara Pancasila, mesti melakukan konsolidasi kekuatan terus-menerus secara sosial dan politis. Proses politik mesti dihadapi dengan proses politik pula. Kuncinya hanya satu, yakni melakukan penggalangan terhadap kekuatan nasionalis pendukung Negara Pancasila. Dengan upaya itu, menurut Cok Rat, agaknya upaya menjadikan parpol sebagai kekuatan untuk merevitalisasi Pancasila dapat terus dikembangkan. (05)

    Pengirim : Don Manurung

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Mega Belum Pasti Capres 2009

    Mega Belum Pastikan Maju
    pada Pilpres 2009

    Ende, 1 Juni 2007 01:06 Gatra.com

    Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputeri, mengaku belum memastikan diri maju dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2009.

    "Dalam rakernas memang saya sudah diminta untuk maju oleh pengurus PDIP yang mewakili seluruh pengurus partai tetapi saya belum berikan jawaban," kata Megawati kepada wartawan di Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis malam.

    Mantan Presiden RI ini mengaku, tidak ingin terburu-buru mengiyakan permintaan pengurus PDIP karena masih akan ada empat kali pelaksanaan rakenas PDIP sampai mejelang pelaksanaan pilpres 2009.

    "Nanti sajalah... Kan masih ada empat kali rakernas," ujar Megawati.

    Ia pun mengakui kedatangannya ke Ende itu berkaitan dengan konsolidasi partai terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Provinsi NTT dan Kabupaten Ende dan beberapa kabupaten lainnya di NTT tahun 2008 mendatang.

    Sebagai ketua partai, ia merasa wajib berkunjung ke berbagai daerah guna mengonsolidasikan perkembangan partai.

    "Memang saya ke sini (Ende) atas undangan pengurus partai di daerah sekaligus mengikuti Hari Kesaktian Pancasila di daerah ini," ujarnya.

    Mengenai kandidat calon kepala daerah dari PDIP, Megawati mengatakan, ia menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme partai yakni harus melewati tahapan penjaringan dan penyaringan.

    "Mekanisme di PDIP berbeda dengan partai lain. Di PDIP proses penjaringan dan penyaringan dimulai dari pengurus terbawah. Kandidatnya tergantung pengurus di daerah," ujarnya. [TMA, Ant]

    Pengirim : Akhmad Asaad

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Fraksi PDIP Tolak Zaenal

    Fraksi PDIP Tolak Zaenal
    Jawa Pos, Sabtu, 09 Juni 2007,



    JAKARTA - Keinginan anggota Fraksi Partai Bintang Reformasi (FPBR) Zaenal Ma’arif pindah ke Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) kandas sudah. Rapat pleno DPP PDIP memutuskan tidak menerima lamaran Zaenal.

    "Suratnya sudah kami sampaikan kepada Pak Zaenal," kata Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo kemarin.

    Meskipun menolak, Tjahjo menyampaikan, para pengurus DPP dan anggota FPDIP tetap menghormati langkah Zaenal tersebut. "Kami ucapkan terima kasih atas keinginannya bergabung dengan FPDIP," ujarnya.

    Menurut dia, ada sejumlah alasan yang menjadi pertimbangan FPDIP. "Alasan utamanya, FPDIP tidak ingin ikut dalam masalah internal partai lain," bebernya. Pernyataan Tjahjo itu secara langsung mengarah kepada konflik Zaenal dengan Ketua Umum PBR Bursah Zarnubi yang juga anggota DPR.

    Sedangkan di DPR, posisi Zaenal tengah terdesak setelah Ketua DPR Agung Laksono memutuskan untuk memproses surat recalling atau pergantian antarwaktu (PAW) Zaenal ke KPU. "Makanya, kami harus menolak," katanya.

    Selain itu, lanjut Tjahjo, kepindahan Zaenal untuk bergabung di fraksi terkesan tanggung. Sebab, status keanggotaannya masih tetap di PBR. Ini akan menjadi masalah bila ada kebijakan strategi PDIP yang juga harus dijalankan Zaenal. "Kecuali Zaenal keluar secara resmi dari PBR dan pindah sebagai anggota PDIP," katanya.

    Ketika dikonfirmasi, Zaenal membenarkan sudah menerima surat dari PDIP. "Pak Tjahjo juga sudah menelepon saya. Beliau jelaskan semua alasan penolakan itu," katanya kemarin malam. Zaenal yang juga wakil ketua DPR tersebut mengaku tidak terlalu kecewa atas penolakan PDIP.

    "Saya mengerti dan memahami kesulitan PDIP. Memang tidak elok dipandang masyarakat kalau pimpinan DPR yang berada di FPDIP menjadi dua orang," elaknya. Pimpinan DPR dari PDIP yang dimaksud Zaenal itu tak lain adalah Soetardjo Soerjogoeritno.(pri)

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Megawati Dan Oposisi

    Megawati Dan Oposisi

    Membincangkan Megawati Soekarnoputri dan pemikirannya, sepertinya tidak bisa dilepaskan dengan sosok lain yang selama ini “mengintilnya”. Disamping figur-figur fungsionaris PDI Perjuangan seperti Pramono Anung dan Tjahyo Kumolo yang kerap mewakili Megawati dalam berbicara ke pers, Ari Junaedi -Staf Khusus Bidang Pers & Media Megawati Soekarnoputri - adalah sosok alternatif dalam fungsi tersebut. Ari yang lulusan Fakultas Hukum UI dan Magister Manajemen Komunikasi UI, lama berprofesi sebagai wartawan di media cetak dan elektronik hingga tahun 2003. Kini Ari tengah merampungkan Program Doktor Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran, Bandung.
    Selama dua bulan belakangan ini (tepatnya akhir April sampai Juni 2007) Ari Junaedi melakukan kunjungan ke beberapa negara, seperti: Belanda, Jerman, Perancis, Swedia dan Ceko. Tujuan utama kunjungannya ke beberapa negara Eropa tersebut adalah melakukan riset lapangan untuk penelitian doktoralnya
    Pada akhir bulan April yang baru lalu di Amsterdam, Redaksi Website Korwil PDI Perjuangan di Belanda berkesempatan bincang-bincang dengan Ari Junaedi Berikut ini petikannya.

    Sebagai staf khusus bidang pers Megawati, bisakah anda menunjukkan identitas spesifik Megawati sebagai sosok pemimpin partai politik dalam era reformasi dewasa ini?
    Sampai sekarang saya masih melihat sosok Megawati adalah tipe pemimpin yang dibutuhkan Rakyat Indonesia karena kekonsistenannya dalam menegakkan demokrasi. Dalam kamus Megawati, tidak ada kata dendam. Coba kita lihat bersama bagaimana Megawati menempatkan kasus Soeharto. Jika Megawati mengikuti “tekanan-tekanan” pihak lain, kasus Soeharto tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Toh selama Megawati menjadi presiden, kasus Soeharto tetap on the track (yakni tetap sesuai dengan tuntutan reformasi dengan mengadili kasus-kasus yang melibatkan Soeharto).

    Apakah anda melihat kasus-kasus penegakan hukum yang dilakukan pemerintahan sekarang ini tebang pilih, yang bertujuan mendiskreditkan Megawati?
    Sejak semula saya melihat penegakkan hukum yang dilakukan rezim SBY-JK sangat kental dengan aroma tebang pilih. Coba lihat, hampir semua kasus-kasus yang dimajukan sekarang ini seperti kasus Rohmin Dahuri, mantan menteri Perikanan & Kelautan sangat terlihat jelas adanya diskriminasi. Pengumpulan dana non budgeter yang dilakukan Rohmin, kenapa juga tidak diusut ke pejabat menteri sebelum dan sesudah Rohmin ? Coba lihat dengan pengungkapan pemberian batik untuk Megawati dan Taufiq Kiemas dalam sebuah seremoni departemen, kenapa juga tidak diusut pula kepada menteri-menteri yang hadir pada saat acara tersebut berlangsung. Harap diingat, dua menteri Megawati ketika itu, kini menjabat RI-1 dan RI-2, belum lagi menteri-menteri lama yang masih dipertahankan hingga kini. Sekarang pada akhirnya terbukti, data yang dimiliki ICW menunjukkan bahwa nilai korupsi yang dilakukan di masa rezim SBY jauh lebih besar pada era Megawati. Kita semua tahu lah, berapa sih sebenarnya gaji seorang jenderal bintang empat ? Dan kita pun juga harus mahfum, Pak Taufiq Kiemas kan pengusaha pom bensin yang sudah sejak lama berbisnis.

    Mengapa pihak berkuasa ketakutan dengan naiknya pamor Megawati dan PDI Perjuangan ? Bukankah ini seperti situasi menjelang kejatuhan Suharto ?
    Soal itu saya serahkan kepada rakyat yang sekarang ini sudah tidak mau “diapusi” lagi. Berkali-kali Megawati bilang, hentikan tebar pesona tapi perhebat tebar kinerja. Maksud dari kata-kata Megawati ini adalah mengajak kepada siapa saja, tidak hanya kepada SBY tetapi juga kepada menteri-menterinya untuk selalu memperhatikan nasib rakyat kecil. Coba kita lihat, semenjak SBY – JK naik ke tampuk kekuasaan, semua pejabat kita “rindu” dengan sorot kamera dan berharap porsi beritanya mendapat head line di media. Dalam Ilmu Komunikasi, hal itu sah-sah saja. Bahkan dalam aspek public relations, output yang diharapkan komunikator-komunikator seperti SBY dan para menterinya boleh dibilang excelent. Tapi sekali lagi, komunikasi yang dibangun antara pemimpin dengan rakyatnya harus memiliki parameter yang jelas. Rakyat akan kecewa bahkan melecehkan pemimpinnya yang melihat antara kata dengan perbuatan sangat bertolak belakang. Polesan-polesan indah di balik kamera tidak akan berhasil jika hasil kerja yang sesungguhnya bermakna nihil. Coba saja lihat, janji-janji manis pemerintah untuk korban gempa Yogyakarta yang sampai sekarang sulit terealisir. Janji-janji pemerintah untuk korban lumpur Lapindo (Brantas Inc juga sama saja. Pemerintah hanya mengumbar janji untuk menenangkan perasaan korban. Nyatanya harapan korban lumpur masih jauh dari realisasi). Manipulasi data-data untuk pidato Presiden yang ternyata mengambil angka-angka pemerintahan sebelumnya serta masih banyak lagi. Belum lagi “tauladan” pemimpin ini juga diikuti menteri-menterinya. Masih ingat dengan kasus flu burung yang sampai sekarang justru makin mengkhawatirkan sementara sang menterinya terlihat adem ayem. Mungkin saja saya melihat, menteri cukup berkampanye dengan memikat di televisi sedangkan soal penanganannya cukup dilakukan ala kadarnya. Gaya-gaya teatrikal di media dengan banyak memainkan tangan akan lucu dilihatnya jika sang pemilik tangan tidak menggerakkan tangannya untuk bekerja.

    Apakah yang anda lihat berkaitan dengan keberhasilan kiprah Megawati dalam memimpin PDIP sebagai partai oposisi dewasa ini?
    Dari amatan saya tentunya dengan mendengar langsung dari “orang-orang dalam” pemerintahan, ada semacam grand design untuk menghambat laju Megawati. Coba saja lihat, begitu Megawati mengeluarkan statement politik, pemerintah langsung kebakaran jenggot. Naiknya popularitas PDIP dan Megawati dari hasil jajak pendapat LSI, sontak disikapi Partai Golkar dengan menggelar rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Golkar di Bali, beberapa waktu yang lalu. Rancangan undang-undang politik versi pemerintah yang mencantumkan persyaratan pendidikan sarjana bagi calon presiden juga harus dibaca sebagai “ketakutan” akan kembalinya Megawati. Belum lagi kemenangan fenomenal kader-kader atau calon dari PDI Perjuangan dalam berbagai Pilkada, tentunya menjadi sinyal-sinyal “bahaya” bagi pemerintahan sekarang. Soal apakah Megawati akan terpilih kembali atau tidak dalam pemilu 2009 nanti, sejatinya hanya rakyat sendiri sebagai pemegang kedaulatan yang menentukan. Kita tentunya masih ingat bagaimana Megawati ditekan habis-habisan oleh rezim otoriter Soeharto, toh vox populi vox dei memang sulit terbantahkan. Kelicikan poros tengah yang menggagalkan Megawati dalam pemilihan presiden 1999, pada akhirnya juga tergantikan oleh Megawati. Sayangnya masa kepresidenan Megawati tidak berlangsung lama sehingga kinerja pembangunan tidak berlanjut terus. Masih ingat dengan peresmian-peresmian berbagai proyek sekarang ini ? Ada yang bilang, SBY yang gunting pita sedangkan Megawati yang membangun, he he. Tapi sekali lagi, biarlah rakyat yang menjadi jurinya.

    Jika Megawati terpilih sebagai presiden di Pemilihan Presiden tahun 2009, apakah jalannya pemerintahan akan lebih baik dari sekarang ?
    Yang jelas jika Megawati terpilih sebagai presiden 2009 kelak, dalam pandangan saya jauh akan lebih baik daripada pemerintahan SBY-JK dan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Mengapa berani saya sebut demikian ? Hal ini saya dasari dari platform kebijakan pembangunan Megawati yang selalu mengedepankan kedaulatan NKRI sebagai harga mati. Megawati sangat tidak sudi bangsa dan negara ini digadaikan kepada pihak luar. Sikap Megawati ini sangat identik dengan sikap bapaknya, Bung Karno. Sendi-sendi kekuatan perekonomian nasional selalu menitikberatkan kepada kemampuan rakyatnya. Kekuatan Megawati bukanlah kepada angan-angan kosong yang melambung hingga 2030. Saya juga melihat kepemimpinan Megawati sangat krusial di tahun 2009. Artinya sebagai bangsa, kita tidak boleh lagi melakukan trial and error seperti rezim-rezim dulu seperti Soeharto, Habibie, Gus Dur bahkan SBY sendiri. Megawati justru memperkokoh kemampuan bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Kita sendiri sudah melihat bagaimana sekarang ini kita tunduk kepada hegemoni AS dalam kasus nuklir Iran. Jika saja Megawati menjadi presiden, kasus nuklir Iran tidak akan terjadi. Jika kita pergi kemana-mana sekarang ini, rakyat dengan jujur akan mengatakan perekonomian sekarang ini lebih sulit ketimbang kondisi perekonomian di era sebelumnya. Mana ada nasi aking menjadi makanan pokok rakyat ketika Mega masih presiden ? Katanya sekarang jauh lebih baik dengan adanya bantuan langsung tunai kok pengangguran makin merajalela ? Bukankah rakyat merasakan kehidupan yang lebih baik semasa pemerintahan Megawati daripada keadaan sekarang ini ?

    Labels:

    Friday, June 08, 2007

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Harlah Pancasila ke 62

    Anak Bung Karno Kumpul, Mega Absen
    Jawa Pos, Sabtu, 02 Juni 2007,

    JAKARTA - Gaya orasi Bung Karno yang selalu berapi-api saat berpidato coba dihidupkan kembali pada perayaan hari lahir ke-62 Pancasila kemarin. Dalam upacara peringatan di Nalai Sri Menanti Wisma Fatmawati Sukarno, Jalan Sriwijaya Raya No 26, Kebayoran, Jakarta Selatan, itu, Guruh mengingatkan perlunya pemahaman dan gerakan revolusioner dalam pengejawantahan Pancasila.

    Dalam acara ini, juga hadir dua saudara guruh, Rachmawati dan Sukmawati. Sedangkan Megawati dan Guntur absen. Mega memperingati hari lahir Pancasila di Ende, Flores NTT.

    Dalam orasinya, Guruh yang menjadi inpektur upacara menegaskan bahwa Pancasila sebagai dasar negara menjadi harga mati. Sebab, Pancasila berdiri di atas bangunan Indonesia merdeka.

    "Jika kita ingin memahami Pancasila secara utuh, kita juga harus mengerti pemikiran-pemikiran Bung Karno," ujar Guruh. Putra bungsu Soekarno tersebut melihat Bung Karno sebagai guru bangsa dan pemimpin besar nasional yang telah menggali nilai-nilai dasar Pancasila.

    Mulai lunturnya rasa cinta sebagian generasi muda terhadap Pancasila juga disoroti Guruh. Anak-anak muda justru sering mengagungkan dasar pemikiran Barat atau komunis. Sebab, mereka menganggap pemikiran Barat lebih revolusioner. "Kedudukan Pancasila lebih tinggi dari Declaration of Independent milik Amerika dan Manifesto Komunis," tegasnya.

    Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur seperti yang dicita-citakan Pancasila, Guruh menyatakan perlunya gerakan revolusioner. "Sebab, Pancasila itu ideologi yang berwatak revolusioner," ungkapnya. Namun, dia menyayangkan minimnya pemimpin nasional yang berpikir revolusioner.

    PDI PERJUANGAN NEWS

    Dalam acara tersebut, pidato mantan Presiden Soekarno saat mencetuskan Pancasila pada 1 Juli 1945 juga kembali terdengar. Wawan Sofwan, seniman teater asal Bandung, membacakan monolog pidato Bung Karno dengan menirukan aksen presiden RI pertama itu saat mencetuskan lahirnya Pancasila.

    Peringatan hari lahir Pancasila tersebut sekaligus merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Gerakan Spirit Pancasila (GSP) yang pertama. Guruh yang menjabat sebagai ketua umum Badan Pengurus Pusat GSP memimpin langsung upacara bendera di halaman rumahnya itu. Selain para pengurus GSP, acara yang mengusung tema Memaknai Pancasila dalam Konteks Zaman tersebut dihadiri keluarga besar Soekarno, menteri pada era Soekarno, aktivis gerakan mahasiswa dan pemuda, serta ratusan pelajar dari Jakarta Raya. (cak)

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • SBY Harus Hadiri interpelasi

    SBY Diberi Kesempatan Sekali Lagi
    Jawa Pos, Rabu, 06 Juni 2007,


    PDIP: Presiden Harus Hadiri interpelasi

    JAKARTA - Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR, Abdillah Toha, menyayangkan ketidakhadiran Presiden SBY dalam interpelasi kemarin. "Kalau presiden bersedia datang di rapat MPR, kenapa menolak undangan 550 anggota DPR?," kata salah seorang inisiator interpelasi terkait sikap pemerintah yang mendukung resolusi PBB memberi sanksi terhadap program nuklir Iran itu.

    Bila sidang tetap memberikan kesempatan kepada menteri sebagai delegasi presiden untuk menyampaikan keterangan, penasihat Fraksi PAN tersebut menyatakan akan mempersoalkan itu dalam sengketa antarlembaga tinggi negara di Mahkamah Konstitusi.

    Partai oposisi, PDIP, juga bereaksi keras atas ketidakhadiran presiden. Menurut anggota FPDIP Sutradara Ginting, bila belum bisa menghadiri forum interpelasi kali ini, hendaknya presiden diberikan waktu sekali lagi. "Bicarakan yang enak, kapan presiden punya waktu," katanya.

    Dia lantas menyampaikan, rakyat Indonesia pasti sangat kecewa kalau seorang presiden tidak punya waktu lagi untuk berbicara kepada parlemen. "Itu namanya presiden formal, bukan kepala negara," tegasnya.

    Menimpali pernyataan Sutradara itu, anggota FPDIP lainnya, Panda Nababan, memberi penegasan. Menurut dia, penjadwalan ulang agenda paripurna -seperti forum interpelasi tersebut- sangat mungkin dilakukan. Hal itu, jelas dia, diatur dalam Tatib DPR pasal 104.

    Dia lantas menyebutkan bahwa dalam keadaan memaksa, pimpinan DPR, pimpinan fraksi, atau presiden dan menteri dapat mengusulkan perubahan acara rapat paripurna yang sedang berlangsung. "Jadi, begitu ceritanya," kata Panda yang langsung disambut tepuk riuh kelompok pendukung interpelasi.

    Presiden SBY berharap permasalahan itu tidak berlarut-larut. Saat ini, SBY menyatakan masih memberikan kesempatan kepada DPR untuk menata dan menyelesaikan masalah internal. "Saya siap setiap saat berkomunikasi. Kita tidak boleh menimbulkan sesuatu yang tidak baik di negeri ini, kasihan rakyat," ujar SBY.

    Mensesneg Hatta Radjasa tidak berani menegaskan, apakah SBY akan hadir atau tidak dalam sidang paripurna DPR mendatang. "Nanti kita lihat perkembangannya," ujarnya.

    SBY, kata Hatta, siap berkomunikasi kapan pun. Tapi, DPR harus mempersiapkan lagi agendanya. "Nanti pada saatnya pemerintah siap menyampaikan itu," katanya.

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Mega Peringati Hari Lahir Pancasila

    Mega Upacara Bersama Warga Flores
    Jawa Pos, Sabtu, 02 Juni 2007,


    Peringati Hari Lahir Pancasila

    ENDE - Bila Guruh, Rachmawati, dan Sukmawati memperingati hari lahir Pancasila di Jakarta, Megawati kemarin mengadakan apel di Perse, Ende, NTT. Upacara itu diikuti sekitar 2.500 warga.

    Warga secara spontan mendatangi Lapangan Perse mulai pagi. Turut hadir para pengurus DPD PDI Perjuangan NTT. Hadir pula pengurus DPP PDI Perjuangan Theo Syafei dan Sony Keraf.

    Mega mengatakan, Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah final. Menurut dia, Pancasila yang diletakkan pendiri bangsa terbukti telah mengakomodasi seluruh keanekaragaman suku, agama, dan ras di Indonesia.

    Namun, yang paling penting, kata Mega, adalah konsep Pancasila tersebut dapat diimplementasikan untuk mengisi kemerdekaan yang telah direbut dengan pembangunan. "Kita harus yakin, berdasar Pancasila kita bisa mengisi kemerdekaan dengan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat," katanya.

    Menurut dia, falsafah Pancasila telah memberi arah bagi pembangunan bangsa. Namun, jika tidak diimplementasikan dengan baik oleh pemimpin bangsa dan rakyatnya sendiri, tujuan pembangunan untuk menyejahterakan rakyat sulit tercapai.

    Dia menegaskan, konsep Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia untuk mandiri. "Kita tidak boleh bergantung pada bangsa lain," ujar Mega yang disambut tepuk tangan warga.

    Dengan kemandirian, bangsa Indonesia dapat menentukan nasibnya sendiri. Namun, saat ini bangsa Indonesia belum benar-benar mandiri. Dia mencontohkan, dalam bidang pertanian, bangsa Indonesia masih mengharapkan impor dari negara tetangga. "Kalau suatu saat Thailand dan Vietnam juga mengalami penurunan produksi beras dan tidak mengimpor ke Indonesia, bagaimana nasib anak bangsa ini," tuturnya.

    Kepada generasi muda, putri Bung Karno tersebut meminta untuk mempersiapkan diri dengan baik agar kelak dapat mengisi kemerdekaan. Dia juga meminta generasi muda tidak melupakan sejarah. "Ingat, bangsa besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya, jadi jangan sekali-kali melupakan sejarah," tegas Mega.

    Setelah dari NTT, sore Mega berangkat menuju Manado, Sulawesi Utara. (jpnn)

    Labels:

    Wednesday, June 06, 2007

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Ulang Tahun, PDIP Gelar Donor Darah

    Ulang Tahun, PDIP Gelar Donor Darah

    Batam Pos, Senin, 04 Juni 2007

    Batam (BP) - Menyambut hari jadinya ke-34, DPC PDIP Kota Batam akan menggelar bakti sosial donor darah di Sekretariat DPC PDIP, Batam Centre. Acara ini, akan digelar dari tanggal 7-9 Juni mendatang. Sementara acara puncak digelar tanggal 10 Juni.
    Diperkirakan sekitar 1.000 orang kader dan simpatisan PDIP serta masyarakat akan mengikuti donor darah ini. Dari 1.000 orang yang diperkirakan ini, akan dibagi dalam tiga hari. Hari pertama, akan dibuka untuk 180 orang. Selanjutnya sisanya dibagi hari kedua dan ketiga.


    Menurut Sekretaris DPC PDIP Kota Batam, Kalper acara ini akan dihadiri sejumlah tokoh di DPP PDIP. Bahkan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri juga diundang hadir. Namun kepastian soal kedatangan Megawati masih diusahakan Ketua DPC PDIP Kota Batam, Ruslan Kasbulatov. Dalam acara puncak nanti, akan dibacakan naskah pidato mantan Presiden RI pertama Soekarno tentang idiologi Pancasila dan pidato Megawati. Sementara menurut Ketua Panitia Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) PDIP Kota Batam, Anggelinus, awalnya ada sejumlah even yang bakal digelar, seperti fogging (pengasapan nyamuk), gotong-royong kebersihan, dan donor darah.

    Namun setelah dirundingkan lagi dan karena pertimbangan agar tak ada kecemburuan di kalangan masyarakat, akhirnya dipilih hanya donor darah. ”Kalau gotong royong atau fogging kan hanya digelar di beberapa tempat. Hal ini, bisa memicu kecemburuan daerah yang tidak dapat giliran. Namun kalau donor darah kan tidak, semua bisa berpartisipasi,” ujarnya.


    Acara donor darah ini, berbeda dengan acara donor darah biasanya. Soalnya panitia menyediakan sejumlah hadiah luckydraw menarik bagi pendonor. Setiap pendonor juga akan diberikan hadiah langsung bingkisan beras. Untuk pengundian dan pengambilan hadiah luckydraw, baru akan digelar saat puncak acara tanggal 10 Juni. ”Kami sediakan hadiah utama berupa sepeda motor Honda. Ada juga kulkas, televisi, DVD player, dan lain-lain,” ujar Anggelinus. (cr6)

    Labels:

    Saturday, June 02, 2007

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • Sinyal Eksodus Besar FBR ke FPDIP

    Belum Tangkap Sinyal Eksodus Besar
    Jawa Pos, Sabtu, 02 Juni 2007

    JAKARTA - Kabar rencana enam anggota Fraksi Partai Bintang Reformasi (FPBR) untuk bergabung dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) masih simpang siur. DPP PBR tidak menangkap tanda adanya eksodus besar-besaran anggotanya ke fraksi lain.

    Sekretaris Jenderal DPP PBR Rusman Ali menyatakan, hingga saat ini tidak ada seorang pun anggota fraksinya yang berkonsultasi untuk meloncat ke FPDIP. "Kalau pribadi Pak Zaenal Ma’arif akan bergabung dengan FPDIP, kami persilakan," ujarnya saat dihubungi tadi malam. DPP PBR, lanjut Rusman, menyambut baik keputusan Ketua DPR Agung Laksono yang menindaklanjuti proses recall Zaenal Ma’arif.

    Rusman menegaskan, keputusan Zaenal untuk bergabung dengan FPDIP adalah pilihan pribadi. Tapi, dalam mekanisme partai, seseorang tidak bisa membawa-bawa gerbong fraksi PBR ke fraksi lain. "Pak Zaenal bukan lagi representasi partai jadi terserah mau pindah ke mana. Dia nggak bisa bawa-bawa orang lain begitu," tegasnya.

    Karena tidak ada komunikasi dengan DPP PBR terkait kabar pindahnya anggota fraksinya ke FPDIP, Rusman akan bertindak tegas jika berita yang diungkapkan Zaenal Ma’arif itu benar.

    Rusman juga tidak mengizinkan anggota FPBR untuk pindah fraksi. Sebab, hal itu akan mencederai kepercayaan konstituen yang memercayakan aspirasinya kepada fraksi. Jika anggota FPBR berkurang, otomatis syarat minimal untuk membentuk satu fraksi digugurkan. "Selain itu, secara etika politik, satu fraksi yang berdiri sendiri tidak perlu bergabung dengan fraksi lain. Kecuali anggota partai itu tidak cukup membentuk satu fraksi," jelasnya.

    Dikonfirmasi terpisah, salah seorang anggota FPBR yang disebut-sebut ikut masuk gerbong Zaenal, Bulyan Royan, mengaku belum tahu kabar kepindahan sejumlah kawannya ke FPDIP. "Saya tidak tahu masalah itu," ucapnya. Sejak beberapa hari lalu, Bulyan berada di Riau.

    Anggota Komisi V DPR RI tersebut mengaku tidak berniat untuk pindah fraksi. Apalagi, rencana sebesar itu seharusnya dikomunikasikan dengan DPP terlebih dahulu. "Tidak ada komunikasi sama sekali dengan DPP. Saya juga tidak berniat untuk pindah fraksi," tambahnya.(cak)

    Labels:

    Supported Links !

  • Kumpulan Website PDI Perjuangan
  • JOIN MAILING LIST PDI PERJUANGAN 28
  • FBR Siap Menyeberang ke FPDIP

    Zaenal Ma’arif Dkk Siap Menyeberang ke FPDIP

    Jawa Pos, Jumat, 01 Juni 2007


    JAKARTA - Perpecahan di tubuh Partai Bintang Reformasi (PBR) semakin nyata. Zaenal Ma’arif, salah satu pendiri PBR yang juga wakil ketua DPR, kemarin menyatakan bahwa enam anggota Fraksi PBR siap bergabung ke Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP).

    "Sudah ada 6-7 orang anggota FPBR gerah dengan banyaknya kasus yang diduga dilakukan pimpinan fraksi, tapi tidak pernah ditindaklanjuti. Seperti indikasi judi di luar negeri sampai calo anggaran," ujar Zaenal tanpa menyebut nama orang yang terindikasi kasus-kasus tersebut.

    Kenapa memilih FPDIP? Zaenal menjelaskan bahwa pihaknya sudah berkonsultasi dengan fraksi-fraksi lain, termasuk Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. "FPDIP yang memberikan respons sangat positif. Mereka melihat kelompok kami ini sebagai orang-orang yang terzalimi," jelas politikus asal Solo itu.

    Tentang komunikasi dengan PDIP, Zaenal menyebutkan telah bertemu dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Selain itu, tanggapan positif ditunjukkan Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo. Rencananya, Senin (4/6) enam orang anggota FPBR akan mengajukan permohonan tersebut ke DPP PDIP Lenteng Agung.

    Zaenal yakin KPU tidak akan memproses PAW-nya. Sebab, proses hukum sejumlah persengketaan internal PBR masih berlanjut ke tahap kasasi. Dia juga berpesan kepada rekannya yang akan bergabung ke FPDIP agar tidak khawatir di-recall oleh DPP PBR pimpinan Bursah. "Karena kami sudah mendirikan DPP sendiri untuk menyelamatkan PBR," tegasnya.

    Saat dikonfirmasi, Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo membenarkan adanya permohonan sejumlah anggota FPBR untuk bergabung ke FPDIP. Tjahjo menuturkan, permohonan itu merupakan buntut tuntutan FPBR DPR untuk mem-PAW Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif. "Terlebih lagi, PAW Zaenal juga sudah disetujui Ketua DPR Agung Laksono," katanya kemarin.

    Akhirnya, lanjut Tjahjo, beberapa anggota FPBR mengajukan permohonan bergabung dengan Fraksi PDIP di DPR. Sikap tersebut langsung disampaikan Zaenal kepada Tjahjo dan Wakil Ketua DPR dari PDIP Soetardjo Soerjogoeritno.

    Atas permohonan itu, Tjahjo menyerahkan sepenuhnya kepada sikap politik DPP PDIP. Meski demikian, lanjutnya, FPDIP tetap akan mempertimbangkan dan mempelajari kemungkinannya. "Fraksi menyerahkan keputusan ini kepada DPP PDIP yang keputusannya akan dibahas dalam rapat pleno minggu depan," katanya. Sebab, fraksi sebagai perpanjangan tangan partai akan siap melaksanakan apa pun amanat keputusan DPP.

    Ketua DPR Agung Laksono menegaskan, PAW yang diajukan DPP PBR untuk mencopot Zaenal Ma’arif dari keanggotaannya di DPR merupakan sikap yang wajar. "Itu hak partai," katanya. Proses PAW itu kini sudah berada di tangan Sekjen DPR untuk selanjutnya diteruskan ke KPU.

    Jika tuntutan tersebut bisa diproses dan berhasil, otomatis anggota FPBR akan berkurang. Saat ini anggota FPBR 14 orang. Jika enam orang menyeberang ke FPDIP, jumlahnya tinggal delapan orang. Padahal, pembentukan satu fraksi memerlukan 13 orang. (cak/aku)

    Labels:

    Subscribe to pdi-perjuangan_28
    Powered by groups.yahoo.com